Bisnis
Bisnis menurut Pandangan Islam
Jika Allah menakdirkan seseorang untuk mendapat rizki niscaya tiada satupun yang dapat menghalanginya, dan tentu saja yang sangat penting dari rizki yang diberikan oleh Allah tersebut adalah keberkahan, maslahat dunia dan akhirat.
Bisnis yang mulanya adalah urusan dunia jikalau niat dan cara kita benar maka akan menjadi jihad. Yang namanya jihad, jangan sampai selalu identik dengan pertempuran, tapi harus kita lihat apa yang menjadi titik lemah umat, ternyata pada bidang perekonomian. Artinya, kalau kita berjuang dengan sungguh-sungguh untuk kemaslahatan umat di bidang ekonomi, itu juga jihad.
Tentang bisnis, sebenarnya faktor terbesar terletak pada manusia dan etika bisnisnya, sedangkan kedua hal ini lagi-lagi sangat bergantung pada hati. Jikalau kita serakah, ingin untung besar sendiri, bisa saja yang teradi kita memang merasa untung, tetapi apa yang terjadi sesudah itu sangatlah tidak menguntungkan, orang merasa terkecoh sehingga tidak ada yang ingin bertransaksi dengan kita lagi. Setelah itu, mereka pun akan menyampaikan penyesalan dan keluhannya kepada orang lain sehingga semakin berkuranglah orang yang ingin berbisnis dengan kita. Kalau sudah seperti ini, kita tinggal menunggu waktu bangkrut saja.
Mari kita mulai menikmati keberuntungan orang lain sebagai satu keuntungan kita. Ungkapkan rasa syukur kita kepada Allah SWT dengan merasa nikmat ketika melihat orang lain mendapatkan barang yang baik dengan harga murah dari kita.
Keuntungan memang harus dikejar semaksimal mungkin, tapi apa artinya keuntungan yang melimpah apabila membawa malapetaka. Karenanya, jikalau sudah sampai waktu shalat, hentikanlah seluruh aktivitas pekerjaan. Berikanlah waktu luang kepada seluruh karyawan untuk mendirikan shalat dan memanjatkan doa.
Di kota Mekah dan Madinah, misalnya, menjelang shalat, semua toko tutup dan seluruh kegiatan bisnis dihentikan, semua orang berbondong-bondong menuju masjid. Sekali-kali jangan takut keuntungan akan berkurang karena shalat, karena justru bisa sebaliknya, Allah akan mengabulkan doa tulus dari karyawan-karyawan yang diberi keluangan waktu shalat tadi. Siapa tahu salah seorang dari karyawan kita ada yang sangat dekat kepada Allah sehingga doanya sangat ijabah guna kemajuan perusahaan. Mengapa kita harus takut merugi karena mengambil waktu untuk shalat? Yakinlah, bahwa yang memberi rizki hanya Allah pemilik segala kekayaan dan keberuntungan.
Begitu pula dengan Nabi Muhammad SAW yang telah menjelaskan kepada kita, umatnya, tentang bagaimana cara berbisnis yang benar. Untuk menerapkannya di perusahaan kita agar memperoleh kesuksesan serupa kuncinya sederhana saja: disamping manajemen yang profesional, faktor yang utama adalah usahakan suasana dan seluruh aturan serta segala aktivitas perusahaan sesuai dengan aturan yang diridhoi Allah. Berjuanglah sekuat tenaga untuk menjadikan perusahaan kita sebagai ladang untuk membuat diri, keluarga, karyawan plus keluarga karyawan, rekan usaha kita agar menjadi semakin dekat dengan Allah.
Kajilah sistem usaha agar disukai Allah (sesuai dengan syariat), karyawan tidak hanya dididik agar terampil dan profesional dalam bidang pekerjaannya saja, tetapi sangat diutamakan juga agar seluruh karyawan dan keluarganya terbina keimanannya dan ketaatannya kepada Allah. Salah satu yang harus dilakukan adalah dengan pemberian ilmu agama yang sistematis dan berkesinambungan, plus kesempatan dan fasilitas beribadah yang layak.
Yakinkanlah kepada karyawan bahwa perusahaan tempat mereka bekerja adalah amanah dari Allah untuk dikelola bersama. Dan hakekat bekerja adalah beramal shaleh, beribadah dan berjihad di jalan-Nya, bukan semata mencari uang. Karena andaikan bekerja hanya mencari uang saja, bagaimana kalau kita mati sebelum gajian? Niscaya sangat rugi, uang tidak didapat, pahala amal pun lewat.
Tentu saja semua ini harus diawali dan dibarengi dengan suritauladan yang baik, serta kejujuran dan keadilan para manajernya, lebih khusus lagi dari sang pemilik usaha tersebut. Percayalah saudaraku, Allah tidak akan mengecewakan pengusaha yang menjadikan bisnis yang dilakukannya sebagai ladang jihad.
Wallahu a`lam.
~ KH. Abdullah Gymnastiar
Bisnis Syariah Islam dan Kunci Sukses Bisnis Yang Dijalani Rasululullah SAW
Jika Allah menakdirkan seseorang untuk mendapat rizki niscaya tiada satupun yang dapat menghalanginya, dan tentu saja yang sangat penting dari rizki yang diberikan oleh Allah tersebut adalah keberkahan, maslahat dunia dan akhirat.
Bisnis yang mulanya adalah urusan dunia jikalau niat dan cara kita benar maka akan menjadi jihad. Yang namanya jihad, jangan sampai selalu identik dengan pertempuran, tapi harus kita lihat apa yang menjadi titik lemah umat, ternyata pada bidang perekonomian. Artinya, kalau kita berjuang dengan sungguh-sungguh untuk kemaslahatan umat di bidang ekonomi, itu juga jihad.
Tentang bisnis, sebenarnya faktor terbesar terletak pada manusia dan etika bisnisnya, sedangkan kedua hal ini lagi-lagi sangat bergantung pada hati. Jikalau kita serakah, ingin untung besar sendiri, bisa saja yang teradi kita memang merasa untung, tetapi apa yang terjadi sesudah itu sangatlah tidak menguntungkan, orang merasa terkecoh sehingga tidak ada yang ingin bertransaksi dengan kita lagi. Setelah itu, mereka pun akan menyampaikan penyesalan dan keluhannya kepada orang lain sehingga semakin berkuranglah orang yang ingin berbisnis dengan kita. Kalau sudah seperti ini, kita tinggal menunggu waktu bangkrut saja.
Mari kita mulai menikmati keberuntungan orang lain sebagai satu keuntungan kita. Ungkapkan rasa syukur kita kepada Allah SWT dengan merasa nikmat ketika melihat orang lain mendapatkan barang yang baik dengan harga murah dari kita.
Keuntungan memang harus dikejar semaksimal mungkin, tapi apa artinya keuntungan yang melimpah apabila membawa malapetaka. Karenanya, jikalau sudah sampai waktu shalat, hentikanlah seluruh aktivitas pekerjaan. Berikanlah waktu luang kepada seluruh karyawan untuk mendirikan shalat dan memanjatkan doa.
Di kota Mekah dan Madinah, misalnya, menjelang shalat, semua toko tutup dan seluruh kegiatan bisnis dihentikan, semua orang berbondong-bondong menuju masjid. Sekali-kali jangan takut keuntungan akan berkurang karena shalat, karena justru bisa sebaliknya, Allah akan mengabulkan doa tulus dari karyawan-karyawan yang diberi keluangan waktu shalat tadi. Siapa tahu salah seorang dari karyawan kita ada yang sangat dekat kepada Allah sehingga doanya sangat ijabah guna kemajuan perusahaan. Mengapa kita harus takut merugi karena mengambil waktu untuk shalat? Yakinlah, bahwa yang memberi rizki hanya Allah pemilik segala kekayaan dan keberuntungan.
Begitu pula dengan Nabi Muhammad SAW yang telah menjelaskan kepada kita, umatnya, tentang bagaimana cara berbisnis yang benar. Untuk menerapkannya di perusahaan kita agar memperoleh kesuksesan serupa kuncinya sederhana saja: disamping manajemen yang profesional, faktor yang utama adalah usahakan suasana dan seluruh aturan serta segala aktivitas perusahaan sesuai dengan aturan yang diridhoi Allah. Berjuanglah sekuat tenaga untuk menjadikan perusahaan kita sebagai ladang untuk membuat diri, keluarga, karyawan plus keluarga karyawan, rekan usaha kita agar menjadi semakin dekat dengan Allah.
Kajilah sistem usaha agar disukai Allah (sesuai dengan syariat), karyawan tidak hanya dididik agar terampil dan profesional dalam bidang pekerjaannya saja, tetapi sangat diutamakan juga agar seluruh karyawan dan keluarganya terbina keimanannya dan ketaatannya kepada Allah. Salah satu yang harus dilakukan adalah dengan pemberian ilmu agama yang sistematis dan berkesinambungan, plus kesempatan dan fasilitas beribadah yang layak.
Yakinkanlah kepada karyawan bahwa perusahaan tempat mereka bekerja adalah amanah dari Allah untuk dikelola bersama. Dan hakekat bekerja adalah beramal shaleh, beribadah dan berjihad di jalan-Nya, bukan semata mencari uang. Karena andaikan bekerja hanya mencari uang saja, bagaimana kalau kita mati sebelum gajian? Niscaya sangat rugi, uang tidak didapat, pahala amal pun lewat.
Tentu saja semua ini harus diawali dan dibarengi dengan suritauladan yang baik, serta kejujuran dan keadilan para manajernya, lebih khusus lagi dari sang pemilik usaha tersebut. Percayalah saudaraku, Allah tidak akan mengecewakan pengusaha yang menjadikan bisnis yang dilakukannya sebagai ladang jihad.
Wallahu a`lam.
~ KH. Abdullah Gymnastiar
Bisnis Syariah Islam dan Kunci Sukses Bisnis Yang Dijalani Rasululullah SAW
Rasul Allah Muhammad SAW yang selama masa hidupnya pernah mengalami masa kejayaan dan beliau adalah seorang pebisnis sukses. Beliau menjalani hidup sebagai pebisnis sukses selama 28 Tahun, mulai dari usia 12 tahun hingga 40 tahun. Dan selebihnya adalah masa keRasulan sebagai suri tauladan kita semua sebagai umat Muslim.
Apa saja nilai warisan yang bisa kita tiru dari Rasul yang bisa kita ikuti sebagai pengikutnya, khususnya untuk seorang Hamba Allah yang menjadi Pengusaha sebagai orang yang mencari nafkah Semasa mudanya Rasul Allah ini sudah berkenalan dengan bisnis dari usia dini, dimulai dari menggembala kambing lalu bisnisnya ke- level yang lebih tinggi. Pada waktu itu beliau masih berusia 12 Tahun dan beliau diajak oleh pamannya Abu Thalib untuk berdagang di Negeri Syam. Disitulah awalnya Nabi Muhammad SAW mengenal bisnis secara serius, dan menjadi enterprenur sejati hingga beliau mendapat reputasi yang sangat baik bagi penduduk negeri tersebut.
Reputasinya adalah sebagai orang yang terpercaya (Al-Amin) di dalam perdagangan maupun di kehidupan sehariannya. Pada usia 17 Tahun Nabi Muhammad SAW sudah di beri mandat penuh oleh pamannya untuk berdagang hingga usia 20 tahun. Beliau sudah hampir menguasai Pusat Bisnis Global di Jamannya (Irak, Yordania, Bahrain, Suriah, dan Yaman).
Apa Rahasia Bisnis Nabi Muhammad SAW yang hebat Itu ?
Hingga sekarang masih digunakan dalam Prinsip-prinsip Bisnis Modern di Dunia saat ini. Beliau juga mengajarkan kita sebagai Umat Muslim untuk menjadi seorang Enterprenur Sejati dan Berakhlak Sebagai Makhluk Allah SWT. Dan menjauhkan Bisnis Kita hanya dari Keuntungan Semata (KAPITALISME).…
Ini Adalah Rahasia-rahasia berbisnis Ala Nabi Muhammad SAW :
Cara Berpikir dan BerEtika di dalam Bisnisnya :
- Jujur di dalam Bisnisnya, Kejuran adalah syarat fundamental dalam berbisnis yang di lakukkan oleh RasullAllah Muhammad SAW. Beliau pernah melarang para pedagang untuk meletakkan barang Busuk/jelek di dalam dagangannya. dan beliau selalu memberikan barang sesuai dengan seadannya dan terbaik bagi konsumennya.
- Berprinsip pada nilai Illahi, Bisnis yang di lakukkan tidak terlepas dari pengawasan Tuhan. Dan menyadarkan manusia sebagai makluk Illahiyah (berTuhan).
- Prinsip kebebasan Individu yang bertanggung Jawab, Bukan bisnis hasil dari Paksaan atau Riba. Yang menjerat kebebasan Individu.
- Bertanggung Jawab, Bertanggung Jawab moral kepada Tuhan atas perilaku Bisnisnya maupun Orang lain/Partner Bisnisnya maupun Konsumennya.
- Keadilan dan Keseimbangan, Keadilan dan keseimbangan sosial, bukan hanya keuntungan semata tetapi Kemitraan/bantu membantu di dalam bisnisnya (Win-Win-Solution)
- Tidak hanya mengejar keuntungan, dan berorientasi untuk menolong orang lain, Atau WIN Win Solution.
- Berniat baik di Bisnisnya, berniat baik adalah Aset Paling berharga oleh pelaku Bisnis selain untuk menjadi terbaik tapi bermanfaat bagi orang lain.
- Berani mewujudkan Mimpi, RasullAllah dari seorang penggembala Kambing, berniat untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik lagi, menjadi pedagang, lalu Manager hingga beliau mewujudkan cita-citanya menjadi Owner (Pemilik perusahaan) dengan menikahi Siti Khadijah. Beliau adalah Enterprenur Cerdas.
- Branding/ menjaga nama baik, Rasullullah selalu menggunakan cara ini sebagai modal utama. Track Record sebagai orang terpercaya (Al Amin), justru paling dicari dan siapapun ingin bekerja sama dengannya. Sifat inilah yang sekarang langka di Jaman ini. Tirulah…
Cara Merintis Bisnis :
- FOKUS dan KONSENTRASI. Rasulullah selalu fokus terhadap bisnis yang beliau tekuni, Tidak mengerjakan bisnis yang satu ke satunya lagi sebelum beliau menyelesaikannya.
- Mempunyai GOAL dan rencana yang jelas
- Merintis BISNIS DARI NOL. Kesuksesan beliau tidak datang dalam satu malam walaupun seorang Rasullullah, tetapi harus dimulai dari langkah-langkah kecil. Dari seorang karyawan/sales hingga jadi qwner. Dan semua tanpa ada praktek KKN.
- TIDAK MUDAH PUTUS ASA. Beliau berkata : "Janganlah kamu berdua putus asa dari rizky selama kepalamu masih bergerak. Karena manusia dilahirkan ibunya dalam keadaan merah tidak mempunyai baju, Kemudian Allah SWT memberikan rizky kepadanya (HR.Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya)
- Berusaha menjadi TREND CENTER.
- INOVATIF. Semua barang yang dijual Rasul selalu berbeda dari kompetitornya, dengan harga murah tetapi High Quality.
- Memahami KONDISI dan ANALISA PASAR.
- Kemampuan merespon STRATEGI PESAINGnya.
- Belajar MENGUASAI PASAR. Dikisahkan ketika beliau di Mekkah para pedagang dari kaum Quraisy yang ingin menjatuhkan bisnisnya, dengan menjatuhkan harga dengan tidak wajar. Tetapi beliau menerapkan Hukum Supply &Demand, beliau menyiasati dan bersabar. Hingga semua dagangan para kompetitornya habis semua. Rasul baru Menjual Dagangannya karena Rasul Percaya kalau jumlah Permintaan (Demand) jauh lebih tinggi dari jumlah Penawaran (Supply) di Kota itu. Tak lama kemudian rakyat kota tersebut membeli barang dagangan Rasul dengan harga normal, ketika rombongan Pedagang itu pulang Mekkah gempar. Semua pedagang rugi akibat banting harga kecuali Nabi Muhammad SAW yang untung besar. Itulah kejelian melihat, menganalisis, dan memahami pasar. Hingga menguasai Pasar yang ada.
- MANAGEMENT ORGANISASI yang efektif.
- Bisa MENGHILANGKAN MENTAL BLOCKING atau juga yang disebut dengan ketakutan yang berlebihan dalam menghadapi kegagalan usaha. Rasul selalu bisa mengalahkan diri sendiri dari hal-hal negatif (mujahadah).
- Mampu menarik dan MEYAKINKAN PEMILIK MODAL untuk ikut serta dalam bisnis yang dilaksanakannya
Cara Menjalankan Bisnisnya :
- Bekerja sama (bersinergi). Beliau bersabda “Keberkahan sesungguhnya berada dalam Jamaah. Dan, tangan Allah sesungguhnya bersama Jamaah”
- Kerja Pintar, Kreatif dan Visioner
- Menerapkan kesepakatan Win-Win-Solution (Saling menguntungkan, dan tidak ada yang dirugikan)
- Bekerja dengan Prioritas
- Tidak melakukan Monopoli
- Selalu berusaha dan Tawakal
- Tepat Waktu
- Berani ambil Resiko
- Tidak menimbun barang dagangan (ihtikar), Rasul melarang Keras pelaku Bisnis dan menyimpan barang pada massa tertentu, hanya untuk keuntungan semata. Rasul bersabda bahwa pedagang yang mau menjual barang dagangannya dengan spontan akan di beri kemudahan. Tapi penjual yang sering menimbun dagangannya akan mendapat kesusahan (Dalam HR Ibnu Majah dan Thusiy).
- Profesional di Bisnis yang Di kelolannya
- Selalu Bersyukur di Segala Kondisi
- Berusaha dengan Mandiri, Tekun dan Tawakal
- Menjaga nilai-nilai harga diri, kehormatan, dan kemuliaan dalam proses interaksi bisnis
- Melakukan bisnis berdasarkan Cinta (Passion).
- Tidak MenZhalimi (Merugikan Orang lain)
- Rajin Bersedekah
Cara memasarkan Produk :
- Memasarkan produk yang halal dan suci
- Tidak melakukan sumpah palsu,
- Tidak merpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik
- Melakukan timbangan dengan benar
- Tidak menjelekkan bisnis orang lain, beliau bersabda ” Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (HR. Muttafaq ‘alaih)
- Pintar beriklan/promosi, Rasul hafal betul dimana ada Bazaar di suatu tempat tertentu. Sehingga makin banyak orang mengenal beliau dan barang dagangannya.
- Transparansi (keterbukaan), Beliau bersabda “Tidak dibenarkan seorang muslimin menjual satu-satu jualannya yang mempunyai aib, sebelum dia menjelaskan aibnya” (HR. Al-Quzuwaini)
- Mengutamakan pelanggan (Customer Satisfaction)
- Networking (Jejaring) di wilayah lain
- Cakap dalam berkomunikasi dan bernegosiasi (tabligh)
- Tidak mengambil untung yang berlebihan
- Mengutamakan penawar pertama
- Menawar dengan harga yang di inginkan
- Melakukan perniagaan sepagi mungkin, Rasulullah mendoakan orang-orang yang pagi-pagi dalam bekerja. “Ya Allah, berkahilah umatku dalam berpagi-paginya mereka” (HR.Shahr Al Ghamidi)
- Menjaga kepercayaan pelanggan
- Mewujudkan Win-Win Solution
- Barang niaga harus bermutu, murah, bermanfaat, mutakhir dan berkualitas
- Kemudahan dalam hal transaksi dan pelayanan
- Menentukan harga dengan jelas ketika akad (Deal)
Cara berhubungan dengan Karyawan :
- Berbagi perhatian kepada karyawan, tidak memilih-milih karyawan Istimewa semua sama.
- Bermitra bisnis, karyawan dan majikan seperti hubungan kekeluargan yang kental. Bukan seperti tuan dan budak.
- Memberi gaji yang cukup kepada Karyawannya
- Memberi gaji tepat waktu kepada Karyawannya, sebelum keringat karyawan kering
- Tidak membebani karyawan dengan tugas diluar kemampuannya
- Karyawan diwajibkan kerja sungguh-sungguh dengan seluruh kekuatannya
- Sering memberikan bonus-bonus tambahan di luar gaji pokok
Contoh di atas adalah sebagian kecil dari sifat-sifat suri tauladan Rasulullah Muhammad SAW yang bisa kita contoh dalam membangun kerajaan bisnis kita, jauh lebih sukses, berakhlak dan membantu terhadap sesamanya.
~ Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Etika Berbisnis Dalam Islam
Kegiatan bisnis (usaha) dalam kacamata Islam, bukanlah kegiatan yang boleh dilakukan dengan serampangan dan sesuka hati. Islam memberikan rambu-rambu pedoman dalam melakukan kegiatan usaha, mengingat pentingnya masalah ini juga mengingat banyaknya manusia yang tergelincir dalam perkara bisnis ini. Faktanya terdapat ancaman keras bagi pelaku bisnis yang tidak mempedulikan etika, tetapi juga janji berupa keutamaan yang besar bagi mereka yang benar-benar menjaga dirinya dari hal-hal yang diharamkan.
Pembahasaan mengenai prinsip Islam dalam dunia usaha tentunya sangatlah panjang, tetapi dalam bahasan singkat ini kita bisa mendapat gambaran tentang garis besar tentang prinsip-prinsip moral yang harus dipegang teguh oleh seorang pebisnis Muslim.
1. Niat yang Ikhlas.
Keikhlasan adalah perkara yang amat menentukan. Dengan niat yang ikhlas, semua bentuk pekerjaan yang berbentuk kebiasaan bisa bernilai ibadah. Dengan kita lain aktivitas usaha yang kita lakukan bukan semata-mata urusan harta an perut tapi berkaitan erat dengan urusan akhirat.
Allah I telah menegaskan bahwa hakekatnya tujuan manusia diciptakan di muka bumi adalah untuk beribadah kepadaNya “ Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepaKu”(QS Adz Dzariyat ayat 56), maka tentunya semua aktivitas kita di dunia tidak lepas dari tujuan itu pula. Rasulullah bersabda “ Sesungguhnya amalan itu dengan niatnya ….”(Shahih Targhib wa Tarhib No.10)
Contoh niat yang ikhlas dalam usaha bisa berlaku dlam lingkup pribadi maupun sosial. Dalam lingkup pribadi misalnya meniatkan usaha yang halal untuk menjaga diri dari memakan harta dengan cara haram, memelihara diri dari sikap meminta-minta, untuk mendukung kesempurnaan ibadah kepada Allah I, menjaga silaturrahim dan hubungan kerabat dan motivasi positif lainya
Dalam lingkup sosial, misalnya meniatkan diri mencari harta untuk ikut andil dalam memenuhi kebutuhan masyarakat muslim, memberi kesempatan bekerja yang halal bagi orang lain, membebaskan ummat dari ketergantungan terhadap produk “orang lain”, dan motif sosial lainnya.
Niat-seperti diaktakan sebagian orang-adalah bisnisnya para ulama. Karena pahala dari suatu perbuatan bisa bertambah berkali-kali lipat jika didasari dengan niat yang ikhlas.
2. Akhlaq yang Mulia
Menjaga sikap dan perilaku dalam berbisnis adalh prinsip penting bagi seorang pebisnis muslim. Ini karena Islam sangat menekankan perilaku (aklhaq) yang baik dalam setiap kesempatan, termasuk dala berbisnis. Sebagaimana sabda Rasulullah e “….dan pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik” (Sahihul Jami’ No 97).
Akhlaq mulia dalam berbisnis ditekankan oleh Rasulullah e dalam sabdanya “Seorang pedagang yang jujur dan dapat dipercaya akan dikumpulkan bersama para nabi para shiddiq dan oarang-orang yang mati syahid. Dalam kesempatan lain Rasulullah e bersabda “Semoga Allah memberi rahmatNya kepada orang yang suka memberi kelonggaran kepada orang lain ketika menjual, membeli atau menagih hutang” (Shahih Bukhari No.2076). Di antara akhlaq mulia dalam berbisnis adalah menepati janji, jujur, memenuhi hak orang lain, bersikap toleran dan suka memberi kelonggaran.
3. Usaha yang halal
Seorang pebisnis muslim tentunya tidak ingin jika darah dagingnya tumbuh dari barang haram, ia pun tak ingin memberi makan kelauraganya dari sumber yang haram karena kan sungguh berat konsekuensinya di akhirat nanti. Dengan begitu, ia akan selalu berhati-hati dan berusaha melakuan usaha sebatas yang dibolehkan oleh Allah I dan RasulNya.
Rasulullah e bersabda : “Setiap daging yang tumbuh dari barang haram maka neraka lebih berhak baginya” (Shahihul Jami’ No. 4519)
4. Menunaikan Hak
Seorang pebisnis muslim selayaknya bersegera dalam menunaikan haknya, seprti hak aryawannya mendapat gaji, tidak menunda pembayaran tanggungan atau hutang, dan yang terpenting adalah hak Allah I dalam soal harta seperti membayar zakat yang wajib. Juga, hak-hak orang lain dalam perjanjian yang telah disepakati.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalh peringatan Rasulullah e kepada oarang mampu yang menunda pembayaran hutangnya “Orang kaya yang memperlambat pembayaran hutang adalah kezaliman” (HR Bukhari, Muslim dan Malik)
5. Menghindari riba dan segala sarananya
Soerang muslim tentu meyakini bahwa riba termasuk dosa besar, yang sangat keras ancamannya. Maka pebisnis muslim akan berusaha keras untuk tidak terlibat sedikitpun dalam kegiatan usaha yang mengandung unsur riba. Ini mengingat ancaman terhadap riba bukan hanya kepada pemakannya tetapi juga pemberi, pencatat, atau saksi sekalipun disebutkan dalam hadits Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah e melaknat mereka semuanya dan menegaskan bahwa mereka semua sama saja (Shahih Muslim No. 1598)
6. Tidak memakan harta orang lain dengan cara bathil
Tidak halal bagi seorang muslim untuk mengambil harta orang lain secara tidak sah. Allah I dengan tegas telah melarang hal ini dalam kitabNya. Ini meliputi segala kegiatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain yang menjadi rekakan bisnisnya, baik itu dengan cara riba, judi, kamuflase harga, menyembunyikan cacat barang atau produk, menimbun, menyuap, bersumpah palsu, dan sebagainya. Orang yang memakan harta orang lain dengan cara tidak sah berarti telah berbuat dhalim (aniaya) terhadap orang lain. Allah I berfirman: ”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan kamu membawa harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan dosa, padahal kamu mengetahui”.(QS Al Baqarah 188)
7. Komitmen terhadap peraturan dalam bingkai syari’at
Soerang pebisnis muslim tidak akan membiarkan dirinya terkena sanksi hukuman undang-undang hukum positif yang berlaku di tenagh masyarakat. Misalnya dalam hal pajak, rekening membenahi sistem akuntansi agar tidak terkena sangsi karena melanggar hukum. Hal itu dilakukannya bukan untuk menetapkan adanya hak membyuat hukum ekpada manusia, tetapi semata-mata untuk mengokohkan kewajiban yang diberikan Allah I padanya dan mencegah terjadinya keruskan yang mungkin timbul
8. Tidak membahayakan/merugikan orang lain
Rasulullah e telah memberikan kaidah penting dalam mencegah hal-hal yang membahayakan, dengan sabdanya “ Tidak dihalalkan melakukan bahaya atau hal yang membahayakan orang lain (Irwa’ul Ghalil No 2175)”. Termasuk katagori membahayakan orang lain adalah menjual barang yang mengancam kesehatan orang lain seperti obat-obatan terlarang, narkotika, makanan yang kedaluwarsa. Atau melakukan hal yang membahayakan pesaingnya dan berpotensi menghancurkan usaha pesaingnya, seperti menjelek-jelekkan pesaing, memonopoli, menawar barang yang masih dalam proses tawar-menawar oleh orang lain. Seorang pebisnis muslim hendaknya bersikap fair dalam berkompetisi, dan tidak melakukan usaha yang mengundang bahaya bagi dirinya maupun orang lain.
9. Loyal terhadap orang beriman
Pebisnis muslim sekaliber apapun tetaplah bagian dari umat Islam. Sehingga sudah selayaknya ia melakukan hal-hal yang membantu kokohnya pilar-pilar masyarakat Islam dalam skala interasional, regional maupun lokal. Tidak sepantasnya ia bekerjasama dengan pihak yang nyata-nyata menampakkan permusuhannya terhadap umat Islam. Ini merupakan bagian dari prinsip Al Wala’ (Loyalitas) dan Al Bara’ (berlepas diri) yang merupakan bagian dari aqidah Islam. Sehingga ketika melaksanakan usahanya, seorang muslim tetap akan mengutamakan kemaslahatan bagi kaum muslimin dimanapun ia berada. Allah I berfirman : “Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri -Nya. Dan hanya kepada Allah kembali.” (QS Ali Imran 28)
10. Mempelajari hukum dan adab mu’amalah islam
Dunia bisnis yang merupakan interaksi antara berbagai tipe manusia sangat berpotensi menjerumuskan para pelakunya ke dalam hal-hal yang diharamkan. Baik karena didesak oleh kebutuhan perut, diajak bersekongkol dengan orang lain secara tidak sah atau karena ketatnya persaingan yang membuat dia melakukan hal-hal yang terlarang dalam agama. Karena itulah seorang Muslim yang hendak terjun di dunia ini harus memahami hukum-hukum dan aturan Islam yang mengatur tentang mu’amalah. Sehingga ia bisa memilah yang halal dari yang haram, atau mengambil keputusan pada hal-hal yang tampak samar (syubhat).
Mengingat pentingnya mempelajari hukum-hukum jual beli inilah, Khalifah Umar bin Khatab mengeluarkan dari pasar orang-orang yang tidak paham hukum jual beli.
~ cahaya muslimah
Dinukil dengan beberapa adaptasi dari
Judul Buku : Fiqih Ekonomi Keuangan Islam,
Penulis : Prof. Dr. Shalah Ash Shawi dan Prof. Dr. Abdullah Al Muslih,
Penerbit : Darul Haq, Jakarta.
Etika Berbisnis Dalam Islam
Kegiatan bisnis (usaha) dalam kacamata Islam, bukanlah kegiatan yang boleh dilakukan dengan serampangan dan sesuka hati. Islam memberikan rambu-rambu pedoman dalam melakukan kegiatan usaha, mengingat pentingnya masalah ini juga mengingat banyaknya manusia yang tergelincir dalam perkara bisnis ini. Faktanya terdapat ancaman keras bagi pelaku bisnis yang tidak mempedulikan etika, tetapi juga janji berupa keutamaan yang besar bagi mereka yang benar-benar menjaga dirinya dari hal-hal yang diharamkan.
Pembahasaan mengenai prinsip Islam dalam dunia usaha tentunya sangatlah panjang, tetapi dalam bahasan singkat ini kita bisa mendapat gambaran tentang garis besar tentang prinsip-prinsip moral yang harus dipegang teguh oleh seorang pebisnis Muslim.
1. Niat yang Ikhlas.
Keikhlasan adalah perkara yang amat menentukan. Dengan niat yang ikhlas, semua bentuk pekerjaan yang berbentuk kebiasaan bisa bernilai ibadah. Dengan kita lain aktivitas usaha yang kita lakukan bukan semata-mata urusan harta an perut tapi berkaitan erat dengan urusan akhirat.
Allah I telah menegaskan bahwa hakekatnya tujuan manusia diciptakan di muka bumi adalah untuk beribadah kepadaNya “ Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepaKu”(QS Adz Dzariyat ayat 56), maka tentunya semua aktivitas kita di dunia tidak lepas dari tujuan itu pula. Rasulullah bersabda “ Sesungguhnya amalan itu dengan niatnya ….”(Shahih Targhib wa Tarhib No.10)
Contoh niat yang ikhlas dalam usaha bisa berlaku dlam lingkup pribadi maupun sosial. Dalam lingkup pribadi misalnya meniatkan usaha yang halal untuk menjaga diri dari memakan harta dengan cara haram, memelihara diri dari sikap meminta-minta, untuk mendukung kesempurnaan ibadah kepada Allah I, menjaga silaturrahim dan hubungan kerabat dan motivasi positif lainya
Dalam lingkup sosial, misalnya meniatkan diri mencari harta untuk ikut andil dalam memenuhi kebutuhan masyarakat muslim, memberi kesempatan bekerja yang halal bagi orang lain, membebaskan ummat dari ketergantungan terhadap produk “orang lain”, dan motif sosial lainnya.
Niat-seperti diaktakan sebagian orang-adalah bisnisnya para ulama. Karena pahala dari suatu perbuatan bisa bertambah berkali-kali lipat jika didasari dengan niat yang ikhlas.
2. Akhlaq yang Mulia
Menjaga sikap dan perilaku dalam berbisnis adalh prinsip penting bagi seorang pebisnis muslim. Ini karena Islam sangat menekankan perilaku (aklhaq) yang baik dalam setiap kesempatan, termasuk dala berbisnis. Sebagaimana sabda Rasulullah e “….dan pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik” (Sahihul Jami’ No 97).
Akhlaq mulia dalam berbisnis ditekankan oleh Rasulullah e dalam sabdanya “Seorang pedagang yang jujur dan dapat dipercaya akan dikumpulkan bersama para nabi para shiddiq dan oarang-orang yang mati syahid. Dalam kesempatan lain Rasulullah e bersabda “Semoga Allah memberi rahmatNya kepada orang yang suka memberi kelonggaran kepada orang lain ketika menjual, membeli atau menagih hutang” (Shahih Bukhari No.2076). Di antara akhlaq mulia dalam berbisnis adalah menepati janji, jujur, memenuhi hak orang lain, bersikap toleran dan suka memberi kelonggaran.
3. Usaha yang halal
Seorang pebisnis muslim tentunya tidak ingin jika darah dagingnya tumbuh dari barang haram, ia pun tak ingin memberi makan kelauraganya dari sumber yang haram karena kan sungguh berat konsekuensinya di akhirat nanti. Dengan begitu, ia akan selalu berhati-hati dan berusaha melakuan usaha sebatas yang dibolehkan oleh Allah I dan RasulNya.
Rasulullah e bersabda : “Setiap daging yang tumbuh dari barang haram maka neraka lebih berhak baginya” (Shahihul Jami’ No. 4519)
4. Menunaikan Hak
Seorang pebisnis muslim selayaknya bersegera dalam menunaikan haknya, seprti hak aryawannya mendapat gaji, tidak menunda pembayaran tanggungan atau hutang, dan yang terpenting adalah hak Allah I dalam soal harta seperti membayar zakat yang wajib. Juga, hak-hak orang lain dalam perjanjian yang telah disepakati.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalh peringatan Rasulullah e kepada oarang mampu yang menunda pembayaran hutangnya “Orang kaya yang memperlambat pembayaran hutang adalah kezaliman” (HR Bukhari, Muslim dan Malik)
5. Menghindari riba dan segala sarananya
Soerang muslim tentu meyakini bahwa riba termasuk dosa besar, yang sangat keras ancamannya. Maka pebisnis muslim akan berusaha keras untuk tidak terlibat sedikitpun dalam kegiatan usaha yang mengandung unsur riba. Ini mengingat ancaman terhadap riba bukan hanya kepada pemakannya tetapi juga pemberi, pencatat, atau saksi sekalipun disebutkan dalam hadits Jabir bin Abdillah bahwa Rasulullah e melaknat mereka semuanya dan menegaskan bahwa mereka semua sama saja (Shahih Muslim No. 1598)
6. Tidak memakan harta orang lain dengan cara bathil
Tidak halal bagi seorang muslim untuk mengambil harta orang lain secara tidak sah. Allah I dengan tegas telah melarang hal ini dalam kitabNya. Ini meliputi segala kegiatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain yang menjadi rekakan bisnisnya, baik itu dengan cara riba, judi, kamuflase harga, menyembunyikan cacat barang atau produk, menimbun, menyuap, bersumpah palsu, dan sebagainya. Orang yang memakan harta orang lain dengan cara tidak sah berarti telah berbuat dhalim (aniaya) terhadap orang lain. Allah I berfirman: ”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan kamu membawa harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan dosa, padahal kamu mengetahui”.(QS Al Baqarah 188)
7. Komitmen terhadap peraturan dalam bingkai syari’at
Soerang pebisnis muslim tidak akan membiarkan dirinya terkena sanksi hukuman undang-undang hukum positif yang berlaku di tenagh masyarakat. Misalnya dalam hal pajak, rekening membenahi sistem akuntansi agar tidak terkena sangsi karena melanggar hukum. Hal itu dilakukannya bukan untuk menetapkan adanya hak membyuat hukum ekpada manusia, tetapi semata-mata untuk mengokohkan kewajiban yang diberikan Allah I padanya dan mencegah terjadinya keruskan yang mungkin timbul
8. Tidak membahayakan/merugikan orang lain
Rasulullah e telah memberikan kaidah penting dalam mencegah hal-hal yang membahayakan, dengan sabdanya “ Tidak dihalalkan melakukan bahaya atau hal yang membahayakan orang lain (Irwa’ul Ghalil No 2175)”. Termasuk katagori membahayakan orang lain adalah menjual barang yang mengancam kesehatan orang lain seperti obat-obatan terlarang, narkotika, makanan yang kedaluwarsa. Atau melakukan hal yang membahayakan pesaingnya dan berpotensi menghancurkan usaha pesaingnya, seperti menjelek-jelekkan pesaing, memonopoli, menawar barang yang masih dalam proses tawar-menawar oleh orang lain. Seorang pebisnis muslim hendaknya bersikap fair dalam berkompetisi, dan tidak melakukan usaha yang mengundang bahaya bagi dirinya maupun orang lain.
9. Loyal terhadap orang beriman
Pebisnis muslim sekaliber apapun tetaplah bagian dari umat Islam. Sehingga sudah selayaknya ia melakukan hal-hal yang membantu kokohnya pilar-pilar masyarakat Islam dalam skala interasional, regional maupun lokal. Tidak sepantasnya ia bekerjasama dengan pihak yang nyata-nyata menampakkan permusuhannya terhadap umat Islam. Ini merupakan bagian dari prinsip Al Wala’ (Loyalitas) dan Al Bara’ (berlepas diri) yang merupakan bagian dari aqidah Islam. Sehingga ketika melaksanakan usahanya, seorang muslim tetap akan mengutamakan kemaslahatan bagi kaum muslimin dimanapun ia berada. Allah I berfirman : “Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri -Nya. Dan hanya kepada Allah kembali.” (QS Ali Imran 28)
10. Mempelajari hukum dan adab mu’amalah islam
Dunia bisnis yang merupakan interaksi antara berbagai tipe manusia sangat berpotensi menjerumuskan para pelakunya ke dalam hal-hal yang diharamkan. Baik karena didesak oleh kebutuhan perut, diajak bersekongkol dengan orang lain secara tidak sah atau karena ketatnya persaingan yang membuat dia melakukan hal-hal yang terlarang dalam agama. Karena itulah seorang Muslim yang hendak terjun di dunia ini harus memahami hukum-hukum dan aturan Islam yang mengatur tentang mu’amalah. Sehingga ia bisa memilah yang halal dari yang haram, atau mengambil keputusan pada hal-hal yang tampak samar (syubhat).
Mengingat pentingnya mempelajari hukum-hukum jual beli inilah, Khalifah Umar bin Khatab mengeluarkan dari pasar orang-orang yang tidak paham hukum jual beli.
~ cahaya muslimah
Dinukil dengan beberapa adaptasi dari
Judul Buku : Fiqih Ekonomi Keuangan Islam,
Penulis : Prof. Dr. Shalah Ash Shawi dan Prof. Dr. Abdullah Al Muslih,
Penerbit : Darul Haq, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar