ATHIBUN-NABAWI : Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Islam
Muhammad Rasulullah saw tercatat sebagai manusia terbaik dalam kesehatannya. Hingga usia beliau mencapai 63 tahun, hanya beberapa kali mengalami sakit ringan. Para sahabatnya juga dikenal demikian, hingga seorang dokter Mesir yang dikirim Kaisar Mauquqis ke Madinah tidak menemukan seorang pasien pun selama dua tahun bertugas.
ISTILAH THIBBUN NABAWI
Sebenarnya tidak ada pada zaman Nabi Muhammad saw. Nabi sendiri tidak pernah membuat klasifikasi bahwa ini termasuk Thibbun Nabawi dan ini bukan
Istilah Thibbun Nabawi dimunculkan oleh para dokter muslim sekitar abad ke-13 M untuk memudahkan klasifikasi Ilmu Kedokteran.
Ibnu Kholdun, dalam Muqoddimahnya mengatakan bahwa Kedokteran Islam, yang juga disebut Thibbun Nabawi atau Kedokteran Nabi, muncul sebagai hasil integrasi ilmu kedokteran Yunani, Persia, India, Cina, dan Mesir yang kemudian dipandu dengan wahyu Nabi, sehingga terjaga dari kesyirikan, tahayul dan khurofat , serta dipenuhi keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
YUNANI
Saat itu di Yunani sudah banyak teori tentang kedokteran. Sebagian di antaranya dikoreksi oleh Al Qur’an – seperti teori tentang reproduksi manusia yang saat itu masih di luar jangkauan akal mereka – dengan surat Al Mukminun : 12-14 , Al Qiyamah : 37 -39, Al Infithor : 7-8.
CINA, ARAB dan INDIA
Sudah berkembang ilmu kedokteran yang saat ini dikenal dengan ilmu kedokteran tradisional (traditional medicine), namun masih dipenuhi dengan unsur syirik dan khurofat.
Sebagian diluruskan oleh Islam, seperti bekam dan kay Al-Wasimy
PERSIA
Dari Persia, Nabi saw mengambil ilmu tentang farmasi, apotik, dan penggunaan obat dari rumput-rumputan, benda-benda tambang, tumbuh-tumbuhan atau hewan, serta harum-haruman (aromaterapi) dan bebatuan berkhasiat
THIBBUN NABAWI
Thibbun Nabawi sebenarnya merupakan perpaduan disiplin ilmu kedokteran. Ilmu ini pula yang dikembangkan umat Islam ke seluruh dunia, dari Arab ke Eropa dan ke seluruh negara-negara Barat hingga abad ke 17.
Saat itu tidak ada pemisahan antara ilmu kedokteran modern dan ilmu kedokteran tradisional.
BATASAN THIBBUN NABAWI
Prof. Dr. Omar Hasan Kasule, pakar kedokteran Islam dari IIUM (International Islamic University of Malaysia) mendefinisikan thibbun nabawi sebagai perkataan atau perbuatan Nabi Muhammad saw tentang pengobatan, baik yang dilakukan orang lain kepada Nabi, yang dilakukan Nabi terhadap dirinya dan orang lain, atau praktek medis yang dilihat Nabi dan dibiarkan atau tidak dilarang oleh beliau.
Ajaran mengenai thibbun nabawi sifatnya tidak hanya berlaku pada tempat, masyarakat dan waktu tertentu. Namun juga bersifat umum menyangkut masalah fisik dan mental yang berlaku untuk semua tempat, waktu dan keadaan.
Thibbun nabawi bukan sekedar sistem pengobatan yang bersifat monolitik, sebagaimana banyak dipahami orang. Tapi ia bervariasi dan terperinci. Ia meliputi pengobatan yang bersifat pencegahan, penyembuhan dan penyehatan mental, penyembuhan spiritual atau ruqyah, perawatan medis dan bedah. Ia mengintegrasikan pikiran dan tubuh, materi dan roh.
Hadits ini merupakan dorongan bagi kita untuk mencari cara dalam masalah pengobatan.
Ini menunjukkan bahwa tradisi pengobatan Nabi tidak hanya berhenti pada praktek pengobatan yang diajarkan beliau, tetapi lebih dari itu, mendorong manusia untuk mencari dan bereksperimen dengan model pengobatan baru.
Implikasi lain dari hadits ini yaitu bahwa mencari sebuah bentuk pengobatan tidak bertentangan dengan kehendak Allah SWT. Penyakit dan cara penyembuhannya adalah bagian dari taqdir itu.
HIJAMAH ATAU BEKAM
HIJAMAH ATAU BEKAM ADALAH PENGELUARAN DARAH DARI KULIT DENGAN JALAN PENGHISAPAN KEMUDIAN PENYAYATAN RINGAN PADA KULIT BAGIAN LUAR (EPIDERMIS) KEMUDIAN PENGHISAPAN SEKALI LAGI, SEHINGGA DARAH KELUAR.
AKU TIDAK BERJALAN DI HADAPAN SEKELOMPOK MALAIKAT PADA MALAM KETIKA AKU DI-ISRO’KAN, KECUALI MEREKA BERKATA: “WAHAI MUHAMMAD, PERINTAHKANLAH UMATMU UNTUK BERBEKAM ”.
DALAM RIWAYAT LAIN: “WAHAI MUHAMMAD, HENDAKLAH KAMU BERBEKAM ”.SUNGGUH, PENGOBATAN PALING UTAMA YANG KALIAN GUNAKAN ADALAH BEKAM ”
Bekam dalam keadaan perut kosong lebih utama
Baitur Ruqyah Asy-Syar'iyyah Online: KIBLAT PENGOBATAN UMAT MANUSIA (KIMIAWI, METAFISIS DAN ATHIBUN-NABAWI)
BATASAN THIBBUN NABAWI
Apakah Thibbun Nabawi hanya sebatas pengobatan yang dilakukan Nabi?
Bagaimana dengan pengobatan yang sekarang berkembang?
ISTILAH THIBBUN NABAWI
Sebenarnya tidak ada pada zaman Nabi Muhammad saw. Nabi sendiri tidak pernah membuat klasifikasi bahwa ini termasuk Thibbun Nabawi dan ini bukan
Istilah Thibbun Nabawi dimunculkan oleh para dokter muslim sekitar abad ke-13 M untuk memudahkan klasifikasi Ilmu Kedokteran.
Istilah Thibbun Nabawi dipakai untuk menunjukkan ilmu-ilmu kedokteran yang berada dalam bingkai keimanan kepada Allah SWT, serta bimbingan Al Qur’an dan As Sunnah, yang dibedakan dengan ilmu-ilmu kedokteran yang tumbuh liar sehingga bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah, seperti yang terjadi pada zaman sebelum datangnya Islam (dr. Wadda ’ Amani Umar , “ Thibbun Nabawi dan Ilmu Kedokteran”, pengantar dari buku Keajaiban Thibbun Nabawi oleh Aiman bin ‘Abdul Fattah, 2005)
KITAB RUJUKAN KAUM MUSLIMIN
Kitab yang sering dipakai rujukan kaum muslimin adalah karya Ibnu Qoyyim Al- Jauziyyah (691-751 H/1282-1372 M) yang berjudul Zadu’l Ma’ad
Ibnul Qoyyim mengelompokkan hadits-hadits Nabi dan perilaku Nabi sehari-hari yang berhubungan dengan kesehatan dalam kitab IV. Inilah yang menjadi dasar bagi generasi setelah Ibnul Qoyyim untuk menyebut istilah kedokteran yang diterangkan dalam buku itu dengan istilahThibbun Nabawi
Saat itu di Yunani sudah banyak teori tentang kedokteran. Sebagian di antaranya dikoreksi oleh Al Qur’an – seperti teori tentang reproduksi manusia yang saat itu masih di luar jangkauan akal mereka – dengan surat Al Mukminun : 12-14 , Al Qiyamah : 37 -39, Al Infithor : 7-8.
CINA, ARAB dan INDIA
Sudah berkembang ilmu kedokteran yang saat ini dikenal dengan ilmu kedokteran tradisional (traditional medicine), namun masih dipenuhi dengan unsur syirik dan khurofat.
Sebagian diluruskan oleh Islam, seperti bekam dan kay Al-Wasimy
PERSIA
Dari Persia, Nabi saw mengambil ilmu tentang farmasi, apotik, dan penggunaan obat dari rumput-rumputan, benda-benda tambang, tumbuh-tumbuhan atau hewan, serta harum-haruman (aromaterapi) dan bebatuan berkhasiat
MESIR
Dari Mesir, Nabi saw mengambil ilmu tentang bedah, operasi, lasoh, siyasur dan syifa’.
Pengobatan mata juga diambil dari Mesir yang sudah maju.
Kitab Shohih Muslim dan Shohihu’l Bukhari
Terdapat dua bab khusus yang membahas mengenai kedokteran modern (modern maksudnya adalah kedokteran yang diakui dunia barat seperti yang terjadi saat ini).
Dalam Shohih Muslim banyak ditulis hadits-hadits tentang proses kejadian manusia dalam rahim (embriologi dan kebidanan).
Dalam Shohihu’l Bukhari saja, tercatat 80 hadits yang membicarakan tentang kedokteran modern, embriologi, anatomi, fisiologi, patologi, dll, sehingga para ulama mengatakan bahwa sebenarnya Imam Bukhorilah yang merupakan orang pertama yang menulis Thibbun Nabawi (Medicine of the Prophet atau Kedokteran Nabi).
THIBBUN NABAWI
Thibbun Nabawi sebenarnya merupakan perpaduan disiplin ilmu kedokteran. Ilmu ini pula yang dikembangkan umat Islam ke seluruh dunia, dari Arab ke Eropa dan ke seluruh negara-negara Barat hingga abad ke 17.
Saat itu tidak ada pemisahan antara ilmu kedokteran modern dan ilmu kedokteran tradisional.
Awal abad ke 19
Orang-orang Yahudi dan Nasrani menghapuskan ilmu kedokteran yang bernilaikan Islam dan berdasarkan wahyu Ilahi dari kurikulum-kurikulum sekolah mereka di negara-negara Eropa.
Mereka kemudian mengembangkan ilmu kedokteran yang sudah terpisah dari nilai-nilai Islam tadi sehingga maju seperti sekarang ini. Lalu mereka mengatakan ilmu kedokteran barat yang maju itu milik mereka, dan itulah yang mereka sebut ilmu kedokteran modern. Sedang yang lainnya yang menurut mereka ketinggalan zaman, yang penuh dengan nilai-nilai Islam, mereka sebut ilmu kedokteran tradisional, sebagai milik orang Islam.
Padahal sekarang ini sudah dibuktikan bahwa ilmu kedokteran yang mereka anggap tradisional itu tidak ketinggalan zaman, bahkan mampu menyelesaikan problema kesehatan yang tidak dapat diatasi dengan kedokteran modern .
Jadi sebenarnya pembagian ilmu kedokteran antara yang modern dan tradisional itu merupakan usaha-usaha orang Yahudi dan Nasrani untuk menjauhkan kaum muslimin dari ilmu kedokteran yang bersumberkan Al Quran dan Al Hadits.
PENULIS ILMU KEDOKTERAN NABI YANG PERTAMA
Ali bin Sahl bin Robban Ath-Thobari (sekitar tahun 785-861 M). Beliau tabib yang menyatukan dan memadukan ilmu kedokteran Yunani, Mesir, Persia dan India. Beliau menulis 360 judul buku kedokteran. Salah satu muridnya adalah Abu Bakar Ar Rozi (854-932 M) yang terkenal di Eropa sebagai dokter paling besar di abad pertengahan.
Bukunya terkenal berjudul Al Hawi yang oleh Raja Charles I tahun 1279 diterjemahkan dalam bahasa latin dengan judul Liber Continens, lalu dialihkan dalam bahasa Inggris.
The Book of Continent yang dijadikan buku pegangan dokter di seluruh Eropa pada saat itu.
PARA DOKTER MUSLIM
Ibnu Sina (980-1037 M), bapak kedokteran modern, oleh orang Barat disejajarkan dengan Aristoteles, telah menulis buku Al-Qonun fi’th-Tibb (Canon of Medicine). Buku ini dianggap sejajar dengan Injil di Eropa.
Az Zahrowi (936-1013 M) dianggap sebagai bapak ilmu bedah karena bukunya At-Tashrif. Az-Zahrowi ini menjadi guru para dokter bedah di Eropa selama lima abad.
Ibnu Maimun (1134-1204 M) mengembangkan ilmu kedokteran jiwa
Ibnu Al-Bithar (1197-1240 M) mengembangkan pengobatan dengan herba. Bukunya Al- Jami’li
Mufrodati’l Adwiyah wa’l Aghdiyah, berisi daftar tanaman obat yang berkhasiat untuk penyembuhan.
Kahin Al-Aththor (1360 M) dikenal sebagai ahli farmasi dengan bukunya Management of The Drug Store.
Prof. Dr. Omar Hasan Kasule, pakar kedokteran Islam dari IIUM (International Islamic University of Malaysia) mendefinisikan thibbun nabawi sebagai perkataan atau perbuatan Nabi Muhammad saw tentang pengobatan, baik yang dilakukan orang lain kepada Nabi, yang dilakukan Nabi terhadap dirinya dan orang lain, atau praktek medis yang dilihat Nabi dan dibiarkan atau tidak dilarang oleh beliau.
Ajaran mengenai thibbun nabawi sifatnya tidak hanya berlaku pada tempat, masyarakat dan waktu tertentu. Namun juga bersifat umum menyangkut masalah fisik dan mental yang berlaku untuk semua tempat, waktu dan keadaan.
HADITS
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam shahihnya, dari shahabat Abu Hurairah ra bahwasanya Nabi bersabda, "Tidaklah Allah turunkan penyakit kecuali Allah turunkan pula obatnya ”
Dari riwayat Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah ra dia berkata bahwa Nabi saw bersabda,
“ Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
(HR. Imam Muslim)
Diriwayatkan pula dari musnad Imam Ahmad dari shahabat Usamah bin Suraik , bahwasanya Nabi bersabda,
" Aku pernah berada di samping Rasulullah. Lalu datanglah serombongan Arab dusun. Mereka bertanya,“ Wahai Rasulullah, bolehkah kami berobat ?”
Beliau menjawab: “ Iya, wahai para hamba Allah, berobatlah. Sebab Allah tidaklah meletakkan sebuah penyakit melainkan meletakkan pula obatnya, kecuali satu penyakit.”
Mereka bertanya: “ Penyakit apa itu ?”
Beliau menjawab : “ Penyakit tua.”
(HR. Ahmad, Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi, beliau berkata bahwa hadits ini hasan shahih. Syaikhuna Muqbil bin Hadi Al- Wadi’i menshahihkan hadits ini dalam kitabnya Al- Jami’ Ash-Shahih mimma Laisa fish Shahihain, 4/486)
Ini menunjukkan bahwa tradisi pengobatan Nabi tidak hanya berhenti pada praktek pengobatan yang diajarkan beliau, tetapi lebih dari itu, mendorong manusia untuk mencari dan bereksperimen dengan model pengobatan baru.
Implikasi lain dari hadits ini yaitu bahwa mencari sebuah bentuk pengobatan tidak bertentangan dengan kehendak Allah SWT. Penyakit dan cara penyembuhannya adalah bagian dari taqdir itu.
HIJAMAH ATAU BEKAM ADALAH PENGELUARAN DARAH DARI KULIT DENGAN JALAN PENGHISAPAN KEMUDIAN PENYAYATAN RINGAN PADA KULIT BAGIAN LUAR (EPIDERMIS) KEMUDIAN PENGHISAPAN SEKALI LAGI, SEHINGGA DARAH KELUAR.
DALAM RIWAYAT LAIN: “WAHAI MUHAMMAD, HENDAKLAH KAMU BERBEKAM ”.SUNGGUH, PENGOBATAN PALING UTAMA YANG KALIAN GUNAKAN ADALAH BEKAM ”
Anjuran Berbekam
Rasulullah Shallallahu‘ alayhi wa Salam bersabda :
“Kesembuhan itu berada pada tiga hal, yaitu minum madu, sayatan pisau bekam dan sundutan dengan api (kay). Sesungguhnya aku melarang ummatku (berobat) dengan
kay.” (HR Bukhari)
Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Salam bersabda : “Sesungguhnya metode pengobatan yang paling ideal bagi kalian adalah hijamah (bekam) dan fashdu (venesection).”
(HR Imam Bukhari - Muslim)
Manfaat Berbekam :
*Mengeluarkan darah yang kotor
*Menambah daya tahan tubuh
*Menambah kemampuan berfikir
*Meringankan otot yang kaku
*Menajamkan penglihatan
Hari Terbaik untuk berBEKAM
" Hari terbaik untuk berBEKAM adalah 17. 19 dan 21 bulan Hijriah ”.
(HR Abu Hurairah)
Waktu terbaik untuk berbekam adalah satu minggu dipertengahan bulan-bulan Qomariah (Kalender ISLAM), yaitu satu minggu setelah PURNAMA yang berarti dari tanggal 15 s/d 21 bulan Hijriah, karena pada waktu itu Gaya GRAVITASI BULAN sedang kuat-kuatnya terhadap BUMI terutama di tanggal-tanggal GANJILnya, sehingga kondisi darah menjadi bergejolak dan berada di permukaan,
Jadi saat manusia berBEKAM di waktu ini akan maksimal dan efektif untuk mengeluarkan darah statis, darah kotor, racun-racun dalam darah dan sumbatan-sumbatan darah.
Ibnu Sina di dalam kitabnya Al-Qaanun
“ Diperintahkan untuk tidak berbekam di awal bulan karena cairan-cairan tubuh kurang aktif bergerak dan tidak normal, dan tidak di akhir bulan karena bisa jadi cairan-cairan tubuh mengalami pengurangan. Oleh karena itu diperintahkan melakukan bekam pada pertengahan bulan ketika cairan-cairan tubuh bergolak keras dan mencapai puncak penambahannya karena gaya gravitasi bulan yang sangat kuat saat pertengahan bulan ”
Bekam dalam keadaan perut kosong lebih utama
Imam asy-Syuyuthi menukil pendapat Ibnu Umar ra, bahwa berbekam dalam keadaan perut kosong itu adalah paling baik karena dalam hal itu terdapat kesembuhan. Maka disarankan bagi yang hendak berbekam untuk tidak makan makanan berat 3-4 jam sebelumnya.
Tanggal baik Berbekam
1. Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu, Rasulullah SAW bersabda: “ Barangsiapa berbekam pada hari ke-17, 19 dan 21 (tahun Hijriyah), maka ia akan sembuh dari segala macam penyakit.”
(Shahih Sunan Abu Dawud, II/732, karya Imam al-Albani)
2. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallaahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda:“ Sesungguhnya sebaik-baik bekam yang kalian lakukan adalah hari ke-17, ke-19, dan pada hari ke-21.”
(Shahih Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albani (II/204))
3. Dari Anas bin Malik radhiallaahu ‘anhu, dia bercerita:” Rasulullah Shallallaahu‘ laihi wasallam biasa berbekam di bagian urat merih (jugular vein) dan punggung. Ia biasa berbekam pada hari ke-17, ke-19, dan ke-21.”
(HR, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, sanad shahih)
4. Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata : “ Rasulullah Shallallaahu‘ alaihi wasallam bersabda: “Berbekamlah pada hari ke-17 dan ke-21, sehingga darah tidak akan mengalami hipertensi yang dapat membunuh kalian’.”
(Kitab Kasyful Astaar‘an Zawaa-idil Bazar, karya al-Haitsami (III/388))
1. Dari Abu Hurairah radhiallaahu anhu, Rasulullah SAW bersabda: “ Barangsiapa berbekam pada hari ke-17, 19 dan 21 (tahun Hijriyah), maka ia akan sembuh dari segala macam penyakit.”
(Shahih Sunan Abu Dawud, II/732, karya Imam al-Albani)
2. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiallaahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda:“ Sesungguhnya sebaik-baik bekam yang kalian lakukan adalah hari ke-17, ke-19, dan pada hari ke-21.”
(Shahih Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albani (II/204))
3. Dari Anas bin Malik radhiallaahu ‘anhu, dia bercerita:” Rasulullah Shallallaahu‘ laihi wasallam biasa berbekam di bagian urat merih (jugular vein) dan punggung. Ia biasa berbekam pada hari ke-17, ke-19, dan ke-21.”
(HR, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, sanad shahih)
4. Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata : “ Rasulullah Shallallaahu‘ alaihi wasallam bersabda: “Berbekamlah pada hari ke-17 dan ke-21, sehingga darah tidak akan mengalami hipertensi yang dapat membunuh kalian’.”
(Kitab Kasyful Astaar‘an Zawaa-idil Bazar, karya al-Haitsami (III/388))
Komentar
Posting Komentar