Humor Naik Haji
Haji Dilarang Ketawa !
02. Beda Tujuan
HUMOR ORANG HAJI
PERISTIWA DI DAERAH ASAL
01.
Tayamum Saja
Pada acara manasik, para calon jamaah
haji diberi gambaran situasi di masjidil Haram, antara lain padatnya jamaah
di sana plus jauhnya jarak antara Ka’bah
dengan tempat wudhu.
Tukiran yang terkenal lugu itu bingung
juga mengingat ia termasuk yang suka kentut.Mau bertanya malu dan takut.
Akhirnya persoalan itu ditahan saja. Rupanya, ustaz pembimbing pintar membaca
wajah Tukiran.
“Tampaknya ada yang ingin Pak Tukiran
sampaikan. Silakan Pak, jangan dipendam sendiri. Mumpung masih di Tanah Air.
Jangan sampai kesulitan di negeri orang,” pancing ustaz Arifin.
“Malu, Ustaz…?”
“Nggak usah malu. Ini untuk kebaikan
Bapak sendiri.”
Sambil menahan malu, Tukiran angkat
bicara juga.”Begini Ustaz. Saya ini kan suka buang angin. Tapi kecil – kecil
kok. Boleh nggak tidak wudhu? Cukup tayamum gitu.”
Sambil tersenyum, Ustaz Arifin
menjawab. “Kecil besar sama saja, Pak. Bapak harus wudhu. Bukankah Bapak mau
menghadap Allah dan memperoleh pahala yang banyak?”
Tukiran manggut – manggut.
02.
Kategori Haji
Ketika memberikan ceramah pada acara
walimatus safar, ustaz Sirojuddin memberikan uraian yang sangat menarik, yakni
membahas kategori kemampuan orang naik
haji.
Pertama, kata ustaz Siroj, orang naik
haji karena kemampuan dan biaya diri sendiri. Maka haji semacam ini disebut
Haji Nishab.
Kedua, berangkat haji karena biaya
keluarganya. Yah seperti saya dulu, kata ustaz Siroj, dibiayai orangtua saya.
Maka haji semacam ini disebut Haji Nasab.
Terakhir nih, seperti Bapak Hasan Bisri
ini. Ia kan berangkat atas biaya kantornya yang sebelumnya diundi dulu dari
sekian ratus karyawan. Maka haji yang demikian ini disebut Haji Nasib.
Para hadirin tertawa terpingkal –
pingkal. Hasan Bisri, si shahibul hajat tersipu – sipu.
03.
Kiat Cepat Naik Haji
Di suatu majlis taklim yang sedang
membahas topik haji, seorang ustaz membocorkan rahasia cepat bisa naik haji.
“Apa saja itu, Pak Ustaz?” tanya Utawi,
jamaah loyal yang ingin segera naik haji, tapi terbentur oleh biaya.
“Gampang. Baca saja surat Yaa Siin 1000
X setiap malam Jumat selama 40 hari.”
“Kalau belum juga bisa naik haji,
Ustaz?”
“Buka surat yang lain. Baca surat Al –
Hajj.1000 X setiap malam Jumat selama 40 hari.”
“Kalau masih gagal juga, Ustaz?” Utawi
masih bernafsu.
“Buka deh surat – surat tanah. Ambil
saja 1000 meter persegi. Cepet dah pergi,” jawab Ustaz Baroto yang dari awal
sebenarnya bercanda.
04.
Kok Pecah
Pengusaha gerabah dari Bantul,
Yogyakarta memproduksi souvenir haji dari bahan gerabah. Souvenir berbentuk
kecil – kecil itu dikemas dalam plastik kemasan yang bagus. Salah satu pebisnis
memborong untuk dijual ke Arab Saudi. Namun, barang itu belum sampai di negeri
minyak itu sudah pecah, padahal di kemasan ditulis “DITANGGUNG TIDAK PECAH”.
“Ini jelas membohongi konsumen,
Sampeyan ya. Mau menipu pembeli ya,” protes tengkulak dengan berang.
“Jangan marah dulu,Pak. Silakan
perhatikan tulisan ini. DITANGGUNG TIDAK PECAH.”
“Justru itu masalahnya…,”potong
tengkulak lagi.
“Bapak harus ingat bahwa di Arab
tulisan ini akan dibaca dari kanan: PECAH TIDAK DITANGGUNG!” kilah Wakijo,
produsen gerabah.
05.
80% Kepala
Kamdi diminta foto ulang oleh petugas
pendaftaran haji karena pas foto yang diberikan ukurannya standar umum.
Sementara yang dikehendaki panitia adalah menonjolkan wajah.
“80% tampak muka ya, Pak Kamdi.”
“Mengapa harus tampak 80% muka?”
“Soalnya kalau 80% kaki malah kita
nggak tahu foto siapa nantinya,” jawab panitia diplomatis.
06. Resep Jitu Bebas
Rafats
Di sebuah acara walimatus safar, ustaz
Zarqoni menjelaskan tiga pantangan yang mesti dijaga ketika menjalankan ibadah
haji.Yakni, rafats, fusuq, dan jidal.Setelah menjelaskan satu per satu, ada
hadirin yang bertanya. “Ustaz, rafats itu kan cumbu rayu dan bermesraan dengan
istri. Terus, resep jitu untuk menghindari rafats gimana dong?” tanya Wasito.
“Gampang saja. Istri ditinggal di rumah
dan di Arab jangan nikah lagi,” jawan ustaz Zarqoni sambil bercanda. Setelah
itu baru resep yang serius disampaikannya.
07.Kamus Haji
Ini yang perlu diketahui.
1. Haji Mansur : naik haji karena
halamannya digusur.
2. Haji Abidin : haji atas biaya dinas
3. Haji Halimah : haji sampai halim
lalu ke rumah
4. Haji Abu Bakar : haji atas budi baik
golkar.
5. Haji Simatupang : haji siang malam
tunggu panggilan ( waiting list )
6. Habib : haji atas biaya barteran.
7. Haji Kosasih : Haji karena Ongkosnya
Dikasih
PERISTIWA DI JAKARTA
01. Seperti Semut
Karena ada kerusakan teknis, pesawat
rombongan haji dari bandara Soekarno – Hatta menuju Jeddah tidak segera take
off alias terlambat terbang. Sementara jamaah calon haji sudah berada di
pesawat cukup lama.
Karliyah, ibu setengah baya ini rupanya
tertidur lelap di dalam pesawat. Maklum, semalam di Asrama Haji Pondok Gede
tidak bisa tidur nyenyak karena membayangkan cepat sampai di Makkah.
Ketika annauncement dari awak kabin
pesawat terdengar, Karliyah terbangun. Melalui jendela, ia melihat ke bawah.
“Subhanallah,” kagetnya, “orang – orang jadi kecil seperti semut ya kalau
dilihat dari atas pesawat,” Karliyah menengok ke penumpang sebelahnya.
“Bu, pesawat ini belum terbang. Itu
memang semut beneran,” jawab penumpang sebelahnya.
Karliyah tersipu.
02. Beda Tujuan
Seorang pramugari pesawat haji dibuat
repot oleh salah satu penumpangnya, Marijan. Ia tidak mau duduk di kelas
ekonomi, tapi memilih seat kelas bisnis. Sudah berkali pramugari membujuknya
bahwa di tempat duduk depan untuk jamaah yang membayar lebih mahal, tapi tidak
berhasil juga.
Karena merasa buntu pikirannya,
pramugari melapor kepada pilot. Dengan sedikit terpaksa, pilot turun tangan
mendekat penumpang yang rewel.
“Maaf, Bapak ini mau turun di Jeddah
apa di Madinah?” pancing sang pilot.
“Turun di Jeddah, Pak.”
“Nah, kalau ke Jeddah dulu, Bapak sudah
benar duduk di sini.”
“Terima kasih, Pak. Alhamdulillah saya
nggak keliru tempat duduk,” jawab Marijan sambil tersenyum.
03.
Lauk Pilihan
Wasmo, lelaki lanjut yang baru pertama
kali naik pesawat.Kepergiannya naik haji ini adalah kesempatan perdananya
mengenal enaknya naik pesawat.
Dengan sedikit mengantuk, ia didatangi
pramugari. Oleh pramugari ia ditawari makanan. “ Mau lauk daging sapi apa ayam,
Pak?”
“Nggak, nggak, saya nggak pesen. Saya
masih kenyang,” tolak Wasmo. “Ah, saya kan harus ngirit, jangan sampai duit
habis sebelum sampai di tujuan,” gumamnya.
“Bapak, ini jatah Bapak. Gratis. Bapak
tidak perlu membayar,” bujuk pramugari sembari tersenyum.
“Apa? Tidak perlu membayar?” setengah
tak percaya Wasmo bertanya.
Pramugari mengangguk. Masih tersenyum.
Wasmo tersenyum malu. “ Daging ayam sajalah kalau begitu, Jeng.”
04.
Bukan Tangan Saya
Merasa sudah buntu jalannya, Imam
Kadarusman, calon haji akhirnya mendekati mendekati pejabat tinggi Departemen
Agama. Dengan membeberkan kronologi jalan yang sudah ditempuh dari walimatus
safar, demo di DPR, sampai mencari paspor hijau akhirnya diterima oleh pejabat
tinggi Depag. Setelah berdiplomasi dan pasang muka memelas akhirnya pejabat
yang berwenang memutuskan. “Yang tanda tangan ini bukan tangan saya lho, Dik
Imam, tapi tangan Allah,” ujar pejabat tersebut. “Dan pesan saya, tolong
rahasia ini jangan sampai bocor.”
05.
Tidak Ada Pangkat
Seorang berpangkat tinggi rewel selama
mengikuti manasik haji. Tentu sangat menyebalkan bagi pembimbingnya. “Maaf, di
sini tidak ada pangkat, Pak, yang ada ketakwaan.”
“Tapi, mengapa ongkosnya beda – beda?”
06.
Posisi Bapak Di Mana
Seorang pejabat Departemen Agama yang
membidangi urusan haji sedang memberikan arahan kepada seluruh jajaran dan
bawahannya. Sebagai pejabat yang baru dipromosikan, berapi – api ia mengkritik
kebijakan para pendahulunya.
“Mulai saat ini kita harus hapuskan
biaya – biaya gendongan selama penyelenggaraan haji,” ungkapnya kemudian. Biaya
gendongan adalah biaya ekstra yang harus ditanggung para jamaah haji, misal
kesehatan, katering, transportasi, akomodasi dll.
“Kita harus tinggalkan perilaku –
perilaku buruk pejabat pendahulu kita,” tegasnya.
Ketika sedang menggebu – gebunya orasi,
salah satu bawahan nyeletuk. “Hare gene omong gitu. Dulu Bapak berada di mana?”
Setengah marah, pejabat tadi bertanya, “ Siapa tadi
yang nyeletuk? Siapa?”
Diam. Tak ada yang menjawabnya.
“Nah, dulu saya duduk di tempat Anda
sekarang!” jawab pejabat tersebut taktis.
07.
Fungsi Rangkap.
“Saya heran mengapa Depag berfungsi
rangkap. Ya administratur, ya regulator, ya eksekutor,” desah Pak Ramidin dari
LSM.
“Wajar dong. Di kantor kami kan banyak
karyawan.Jadi, dengan tiga fungsi tadi, sebenarnya masih terlalu sedikit,” ujar
Haji Anuar.
08.
Statement DPR
Seorang anggota DPR mempertanyakan
beban gendongan yang dipikul oleh jamaah haji. Baik beban penerbangan,
catering, akomodasi, kesehatan, sampai biaya untuk para petugas. “Seharusnya
kita tidak membebani terlalu banyak jamaah haji. Mestinya kita malu dengan
negeri jiran,” ujar Haji Kunto di televisi.
“Ah, coba saja mereka jadi kami,” salah
seorang karyawan Depak Urusan Haji nyeletuk di depan televisi. “Belum tahu
enaknya sih.”
09.
Lebih Mahal
Sudah menjadi rahasia umum bahwa biaya
penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia
jauh lebih mahal ketimbang negeri jiran. Bayangkan saja, di Indonesia biaya per
orang US$ 2770. Sementara di Filipina US
$ 1600 dan bahkan di Malaysia cuma US $ 1200.
“Mestinya tidak sebesar itu kalau
mengambil keuntungan,” komentar Haji Zaim, pengamat penyelenggaraan ibadah
haji.
“Lho, maksud kami bukan mau menilep
uang jamaah haji. Kami sekadar membatasi membludaknya jamaah dengan cara
meninggikan biaya,” kilah Haji Basari dari Depag.
10.
Revisi UU Haji
Banyaknya masalah yang muncul dalam
penyelenggaraan haji memancing desakan masyarakat agar segera dilakukan revisi
terhadap UU 17/ 1999 tentang Haji. Salah satu desakan yang kuat adalah perlu
dilibatkannya masyarakat dalam menyelenggarakan ibadah haji. Pihak pemerintah
sendiri masih terkesan enggan membagi tanggung jawab ke masyarakat. Oleh karena
itu, ia berusaha melobi Ketua Komisi di DPR.
“Gimana caranyalah yang penting pasal
tersebut tidak mengalami perubahan,” rayu pejabat pemerintah.
“Wah, agak sulit Pak. Perlu pembahasan
di hotel dan butuh waktu lama,” jawab Ketua Komisi DPR.
“Dihitung aja Pak berapa lama di
menginap dan di hotel apa. Mengenai biaya nggak usah dipikirkan.”
11.
Seminar Haji
Pada sebuah seminar yang membahas
penyelenggaraan haji, seorang peserta dari LSM mengeluh.
“Selama ini ada kesan bahwa Depag tidak
ingin melepas tanggung jawab penyelenggaraan haji. Padahal seperti kita ketahui
tiap tahunnya selalu ada masalah,” ujar Haji Muharius.
“Depag berpendapat, hal itu masih harus
diurus pemerintah. Mengurus jamaah haji ratusan ribu itu tidak mudah,” jawab
Haji Antono, pejabat tinggi Depag.
“Justru di situlah masalahnya. Kalau
sudah tahu tidak mudah, mengapa ada kesan ngotot?”
“Sebenarnya pada tahun 1970-an sudah
pernah. Tapi kenyataannya banyak jamaah yang tidak berangkat dan uangnya
hilang,” jawab Haji Antono tak mau kalah.
12.
Studi Banding
Atas desakan masyarakat yang begitu
gencar, akhirnya pemerintah mengirim utusannya untuk melakukan studi banding
mengenai sistem penyelenggaraan ibadah haji ke Malaysia. Didapatkan bahwa
sistem Tabung Haji yang digagas pertama kali oleh Ungku Aziz, seorang ekonom
dari Universitas Malaya, pada 1959 sangat bagus.
Sepulang dari dari Malaysia, utusan
tersebut melaporkannya kepada atasannya. “Karena didukung database yang
lengkap, mereka yang belum berhaji akan diprioritaskan,” lapor Haji Saridin.
“Well,terus?”
“Yang patut dicontoh, para calon jamaah
haji tak perlu berebut mendapatkan kuota. Mereka tinggal menunggu giliran,”
lanjut Haji Saridin.
“Nah, ini. Tolong nilai plus yang kedua
ini jangan sampai diketahui oleh umum. Biarlah menjadi rahasia kita saja,”
pesan Haji Bairi, atasan Haji Saridin.
Haji Saridin melongo.
13.Dana Tabung Haji
Menteri Agama melakukan
kunjungan dinas ke negara Malaysia. Sebagai pimpinan tertinggi di Departemen
Agama, tak lupa menyempatkan diri untuk menimba ilmu mengenai Tabung Haji.
Lembaga berbasis syariah ini sudah
mendapat fatwa halal dari Mufti Agung Mesir, Syekh Mahmoud Shaltut, yang
juga wakil penasihat Universitas Al – Azhar pada 1962.
“Bagaimana
memanfaatkan dana yang terkumpul dari calon jamaah haji?” tanya Menteri Agama.
“Kami
investasikan di pembangunan Kuala Lumpur International Airport, pembangkit
listrik Bakun Dam di Sarawak, dan investasi lain di pelbagai perusahaan Eropa,”
jawab Menteri Ugama Malaysia.
Menteri Agama mengangguk – angguk.
“Kalau Indonesia sendiri macam mana?”
“Justru
kami ke sini ingin mengetahui ladang investasi mana saja yang bisa kami
masuki,” jawab Menteri Agama setengah kecut. Menteri Agama langsung mengalihkan
topik pembicaraan karena takut ketahuan bahwa rekening jamaah haji atas nama
dirinya.
14.Waktu Haji
Menurut
Surat Al- Baqarah ayat 197, waktu haji adalah beberapa ( 3 ) bulan yang sudah
maklum. Para mufasir dan para ulama mengatakan yang dimaksud adalah Syawal,
Zulqaidah dan Zulhijah. Menurut ulama Hanbaliyah, waktu haji yang dimaksud
adalah keseluruhan hari selama tiga bulan tersebut. Menurut ulama Hanafiyah,
Malikiyah dan Syafi’iyah, yang dimaksud adalah seluruh hari di bulan Syawal dan
Zulqaidah ditambah 10 hari pertama bulan Zulhijah.
“Dengan
argumen seperti itu, waktu pelaksanaan ibadah haji tak hanya sekitar 6 hari,
yakni hari – hari ke – 8,9, 10, 11, 12, 13 pada bulan Zulhijah,” Masdar F.
Mas’udi, pemikir Islam melontarkan pemikirannya.
“Bukankah
ada hadis khudzuu ‘anny manasikakum.
Ambillah dariku manasik kalian,” ulama lain berargumen.
“Hadis
ini harus kita ikuti sebatas menyangkut prosesi ( manasik ) ibadah haji, bukan
menyangkut waktu, dalam arti tanggal atau hari – harinya,” Masdar kembali
berargumen.
“Lalu,
bagaimana dengan hadis yang berbunyi Al – hajju ‘arafah. Haji adalah Arafah?”
balik ulama teman diskusinya.
“Tapi
puncak di Arafah itu bukan tanggal 9 Zulhijah saja. Tetap dalam rentang 3 bulan
itu,” Masdar masih berargumen.
Ulama
tadi setengah kelabakan. Akhirnya ketemu ide nyeleneh juga. “Oke deh Pak
Masdar. Gimana seandainya Anda sendiri wukuf pada bulan Syawal?”
“Wah,
ya kurang seru. Masak wukuf sendirian,” jawab Masdar santai.
15. Butuh Keadilan
Dalam
sebuah acara ramah tamah antara pejabat Depag yang membidangi urusan haji
dengan penyelenggara KBIH Khusus di sebuah hotel, seorang pemilik KBIH Khusus
mengeluh. “Dari tahun ke tahun ternyata masih banyak penyelenggara yang hanya
jual beli kuota. Ia sendiri hanya memiliki sedikit calon jamaah haji. Sementara
banyak kuota yang akhirnya dijual ke KBIH lain karena ia memperoleh banyak
kuota.Kami butuh keadilan, Pak,” protes Haji Hafidz.
Sebelum
pejabat Depag menjawab, dari hadirin yang duduk di belakang terlontar jawaban.
“Maaf, kami tidak menjualnya ke KBIH Lain. Yang betul kami menjual ke KBIH
Khusus juga.”
16. Seminar Lontar Jumrah
Karena
diminta masukannya seputar penyelenggaraan lontar jumrah, pemerintah Indonesia
kemudian mengundang masyarakat dari berbagai unsur menyelenggarakan seminar.
Masukan seminar ini nantinya akan diberikan kepada pemerintah Arab Saudi.
“Menurut
hemat kami, ke depan lontar jumrah harus memakai sistem komedi putar. Tentu,
mereka akan bergiliran melontar dengan cara berputar. Tidak akan terjadi
tabrakan,” Haji Sudak, salah seorang peserta usul.
“Akan
lebih aman kalau melempar dari jarak jauh misalnya memasukkan batunya melalui
slang dan dirorong dengan tenaga angin,” usul Haji Gaus, peserta seminar yang
lain.
“Masukan
– masukan tadi bagus. Tapi saya kira kita harus berpikir ke depan. Mengapa kita
tidak menerapkan sistem computerized.
Jadi digerakkan melalui komputer. Atau setidaknya memakai remote control deh,” jawab Haji Fauzi antusias.
Pejabat Depag tiba – tiba pusing kepala.
17.Tambahan Kuota
Adanya
informasi dari pemerintah bahwa kuota untuk Indonesia ditambah 30.000 tentu
membuat masyarakat menjadi gembira.
“Tapi,
apakah Anda yakin bahwa tambahan itu bukan sebuah fatamorgana saja?” tanya
wartawan tajam.
“Spekulasi
kan boleh selama keuntungannya sudah di depan mata. Kalau toh tambahan itu
batal pemerintah tidak akan rugi kok,” jawab petinggi Depag kemudian.
Wartawan
hanya nyengir.
18. Bunga Dana Haji
Menteri
Agama beserta staf melakukan studi banding penyelenggaraan ibadah haji ke
Malaysia. Maklum, dengan Tabung Hajinya, Malaysia dianggap berhasil melayani
ibadah haji warganya. Setelah membeberkan sejarah Tabung Haji secara panjang
lebar, Menteri Ugama Malaysia berujar, “Dana haji tidak boleh ditanamkan di
sektor usaha yang haram dan makruh. Misalnya perusahaan minuman keras dan
rokok. Macam mana di Indonesia?”
“Kami
sungguh sangat hati – hati terhadap bunga bank. Kami mencegah agar calon jamaah
haji tidak memakan uang haram tersebut,” jawab Menteri Agama.
“Lalu,untuk
apa riba tersebut?”
“Biar
kami sajalah yang menanggungnya,” jawab staf Menteri Agama dengan tenang.
19. Tidak Mau Pakai
Seorang jamaah haji yang baru pertama
kali naik pesawat diminta memakai sabuk pengaman. Namun Pak Badrun, jamaah tadi
menolak. Alasannya ia sudah memakai sabuk sendiri.”Sudah pakai sabuk kok masih
disuruh pakai lagi,” gerutu Pak Badrun.
Karena demi keselamatan penumpang,
pramugari merayu. “Bukan begitu maksudnya, Pak. Khawatirnya kalau Bapak nanti
kejedot ke kursi depan, pasti penumpang di depan Bapak akan terjungkal,” bujuk
pramugari Paramitha.
“Oh, bilang dari tadi kalau begitu,”
Pak Badrun tak mau kalah.
PERISTIWA DI JEDDAH
01.
Puntung Rokok
Istirahat di bandara Internasional King
Abdul Aziz, Jeddah, Sugriman tidak tahan menahan asam mulutnya. Ia bergegas
mencari tempat yang nyaman untuk merokok. Ketemulah restoran terbuka. Ketika
memperhatikan lantainya, ternyata ada 2 batang puntung rokok di sana.Tapi,
Sugriman tetap menghormati aturan di negeri orang, takut kalau ada denda yang
dia sendiri tidak kuat membayarnya. Bertanyalah ia kepada asykar yang bertugas
di situ. “Bolehkah saya merokok di sini, Pak?”
“Oh, tidak boleh.”
“Tapi, mengapa ada puntung di lantai
ini?” kilah Sugriman.
“Oh, itu. Ia tidak minta ijin dulu sih.
Anda kan minta ijin dulu.”
02.
Foto Siapa
Selepas pemeriksaan paspor di imigrasi
bandara King Abdul Aziz Jeddah, seorang istri iseng – iseng membuka paspor
suaminya. Hullya, calon hajjah dari Klaten ini terperanjat ketika melihat pas
foto perempuan yang menempel di paspornya.
“Mau pergi haji tapi masih nggak bener juga
kelakuannya,” kesal Hullya sambil cemberut.
“Maaf, ibu ini ngomong apa sih? Kok
tiba – tiba cemberut begitu?” Tomo, suaminya bingung.
“Jangan pura – pura tak mengerti. Ini
buktinya. Mau mengelak lagi?!” todong Hullya garang.
Tomo memandangi sejenak. Ia tidak
mengenal wajah perempuan dalam foto itu. “Ini pasti nggak beres saat nyetempel
paspor,” jawab Tomo kemudian.
Tomo sudah menjelaskan kemungkinan
salah satu foto jamaah tertempel di situ. Bukankah setiap orang membawa banyak
foto? Tapi istrinya masih saja cemberut.Setelah pembimbing menengahi barulah
istrinya tersenyum lega.”Saya yakin, Bapak ke sini mau beribadah, bukan mau
macam – macam, Bu. Lagi pula rasanya nggak ada tampang ya kalau Pak Tomo itu
kelakuannya begitu.”
03. Jangan Dicopot
Setelah mendarat dengan selamat,
pramugari mengumumkan bahwa sabuk pengaman boleh dilepas. Rupanya jamaah haji
yang baru pertama kali naik pesawat melepas kedua sabuk yang dipakainya: sabuk
pengaman dan sabuk celana.
“Aduh, Bapak, nanti bemonya kelihatan.
Sabuk yang ini jangan ikut dicopot ya,” bujuk pramugari Sita sambil menunjuk
celana panjang Pak Tanthowi.
PERISTIWA DI MAKKAH
01.
Wudhu Cadangan
Setelah melihat kenyataan bahwa jarak
antara Ka’bah dan toilet jauh, Hasbi yang suka kentut itu merasa gelisah. Ia
membayangkan harus bolak – balik ke masjid dan tempat wudhu. Akhirnya ia
mendekati ustaz pembimbingnya dan memberanikan diri untuk bertanya. “Ustaz,
saya sering kentut. Gimana caranya ya agar saya tidak bolak – balik ke tempat
wudhu?”
“Wudhu saja 3 kali. Kalau kentut kan
masih ada dua wudhu cadangan,” sahut Indra asal.
“Ah, ente sembarangan aje,” ustaz
Mun’im menyemprot Indra. “Kalau batal ya wudhu lagi. Kan nggak jauh – jauh
amat.”
02.
Memegang Alqur’an
Kalau ingin melihat demokrasi orang
shalat, shalatlah di Masjidil Haram. Jamaah dari berbagai bangsa berkumpul
dengan tata cara berbeda – beda. Ini pula yang mengundang pertanyaan Haji
Rofaan. “Mengapa orang Afghanistan kalau sedang berdoa sambil mengangkat
Alqur’an?”
“La kalau mengangkat Injil dikira orang
Kristen, dong,” kilah Haji Mubarok.
03.
Amien, Amien, Amien
Sambil menahan kantuk, Haji Bunayya
mendengarkan khotbah Jumat Syekh Abdurrahman Sudais di masjidil Haram. Khutbah
itu begitu panjangnya. Begitu pula khutbah keduanya. Sambil terkantuk – kantuk,
ia mengangkat tangannya
mengaminkan,”Amien! Amien! Amien!….”
Haji Hartono yang duduk di sebelahnya
langsung menegur dengan isyarat jari menutup mulutnya.
“Oh, saya kira khotib sedang berdoa,”
jawab Bunayya masih tidak tahu etika mendengar khutbah Jumat.
04.
Pakaian Imam
“Mengapa imam masjidil Haram memakai
gamis warna putih ya?”
“Lha kalau memakai gamis batik nanti
dikira shalat di kota Pekalongan.”
05.
Bedanya
Dua orang haji sedang berbincang
santai.
“Apa sih bedanya masjidil Haram dengan
masjid Nabawi?”
“Masjidil Haram di Mekkah dan Nabawi di
Madinah. Gitu aja kok repot.”
06.
Di Depan Multazam
Percakapan dua jamaah haji sambil
rehat.
“Mengapa imam shalat selalu berada di
depan Multazam ya?”
“Memang boleh kalau berada di halaman
masjidil Haram?”
07.
Memotret Ka’bah
Demi untuk kenang – kenangan
sesampainya di Tanah Air, Hajjah Rina bermaksud memotret ka’bah dengan
handphonenya. Kepada asykar, Rina meminta ijin.
“Bolehkah saya memotret ka’bah?”
“Haram! Haram! Tidak boleh, tidak
boleh!Ini tanah haram.”
“Tapi, teman saya sehotel kok boleh memotret?”
“Nah, dia tidak minta ijin dulu,” jawab
asykar diplomatis.
08.
Tidak Mengangkat Tangan
Ada pemandangan yang aneh bagi Sulastri
ketika melihat orang – orang Irak melakukan shalat. Pasalnya, ketika takbir,
orang – orang itu tidak mengangkat tangannya. Dengan memberanikan diri,
Sulastri kemudian bertanya, “Maaf, Bapak. Kenapa Bapak tadi tidak mengangkat
tangan Bapak ketika takbir?”
“Lho, kalau saya angkat tangan nanti
dikira sudah menyerah. Apalagi kalau dilihat orang Amerika dan para sekutunya.
Kami tidak akan menyerah!” jawab orang Irak berapi – api.
09.
Penjual Obat Jenggot
Berziarah ke Jabal Tsur, tempat
Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi karena kejaran kaum kafir Quraisy, Haji
Abidin merasa heran. Banyak pedagang bertebaran di lerengnya. Bagi Haji Abidin,
yang paling menarik adalah penjual obat penumbuh jenggot.
“Tuan menjual obat jenggot, tapi
mengapa Tuan tidak memiliki rambut jenggot,” Haji Abidin mencoba menembak
penjual obat.
Sejenak gelagapan ia, tapi buru – buru
berkilah, “Haji, kalau ana jual burung, apakah ana harus bertelur juga?
Subhanallah!”
10.
Makam Nabi Ibrahim
Selesai melakukan thawaf qudum, Haji
Sulana melakukan shalat sunah 2 raka’at di belakang makam Ibrahim. Selesai
shalat sunah, ia mengamati isi makam Ibrahim. Tak bisa menyembunyikan keheranannya,
ia bertanya kepada pembimbingnya.
”Ustaz Zamroni, saya heran mengapa
makam Nabi Ibrahim begitu pendek? Bukankah orang – orang jaman dulu tinggi –
tinggi dan besar- besar?” tanya Haji Sulana.
“Ini bukan kuburan Nabi Ibrahim, Pak
Sulana. Tapi bekas pijakan beliau saat mendirikan ka’bah,” jawab Ustaz Zamroni
sembari tersenyum.
“Oooh…”
11.
Sunah Ba’diyah Subuh
Rupanya masih ada jamaah haji yang
belum mengerti bahwa shalat sunah ba’diyah Subuh itu haram hukumnya. Maka,
ketika Juhan ingin mengejar lipatan pahala di Masjidil Haram, ada yang
menegurnya.
“Pak Juhan melakukan shalat apalagi?” tanya Mudhofar
hati – hati.
“Ente mau tau aje!” setengah keki Juhan
menjawab.
12.
Sunah Ba’diyah ‘Ashar
Ini kejadian serupa. Ketika Muridan
melakukan shalat lagi setelah shalat ‘Ashar, tentu ada yang menegurnya.
“Ente shalat lagi? Bukankah tidak ada
ba’diyah ‘Ashar?”
“Kamu belum tahu pahalanya shalat di masjidil Haram sih? 100
ribu kali shalat di masjid lain, tahu!” Muridan menjawab dengan sok tahu.
13.
Salon Arab
“Ada yang menarik dari salon laki –
laki di Arab,” pancing Haji Munawir kepada temannya.
“Apa itu Pak?” tanya Haji Markum
penasaran.
“Pemanas rambutnya menghadap ke bawah.”
“Lho, kok bisa begitu?”
“Sebab yang dipanasi bukan rambutnya,
tapi jenggotnya.”
14.
Thawaf di Luar Masjid
Orang Indonesia memang terkenal suka
berbelanja. Bahkan menurut survai, income terbesar pedagang – pedagang di Pasar
Seng, Makkah karena keroyalan jamaah haji Indonesia. Ini juga sudah diketahui
ustaz – ustaz pembimbing. Oleh karena itu, untuk menghindari rasa malu dan
pekewuh, jamaah haji menggunakan bahasa simbol. Belanja sama dengan thawaf.
Nah, ini kejadian di saat rombongan
haji sedang mengikuti kuliah Dhuha di selasar hotel. Ibu – ibu tampak gelisah.
Sesekali berbisik – bisik satu sama lainny. Rupanya ustaz menyadarinya. “Sudah
pada mau thawaf di Pasar Seng ya, kok kelihatannya nggak khusyu’,” sindir ustaz
Wahab.
Jamaah terpingkal – pingkal.
15.
Kotak Amal
“Mengapa di Masjidil Haram tidak ada
kotak amalnya ya?”
“Memangnya cukup 2 hari untuk
menghitung hasilnya?”
“Tapi kan uangnya bakal ratusan juta
tuh sekali edar.”
“Atau kamu mau mengedarkannya?”
16.
Karpet
Seorang ibu kesal terhadap anaknya,
karena sudah bolak – balik di Pasar Seng masih belum menemukan apa yang
diinginkannya.
“Memang mau beli apa sih, Bu?” tanya
Haji Zaini.
“Minta karpet, Pak Haji,” jawab Hajjah
Fathiyah.
“Kan, banyak. Tinggal memilih. Memang
maunya yang gimana?”
“Yang bisa terbang kayak punyanya
Aladin, katanya.”
“Waladalaaaah!”
17.
Shalat Jenazah Terus
Bagi yang pertama kali naik haji tentu
sangat mengherankan karena setiap selesai shalat di masjidil Haram bisa
dipastikan ada jenazah yang dishalati.
“Heran, saya mengapa setiap selesai
shalat selalu ada shalat jenazah.”
“Malaikat Izrailnya terlalu aktif
kali,” Haji Mughni asal nyahut.
18.
Karpet Terbang
“Ada karpet yang bisa terbang, Tuan?”
tanya Hajjah Muniroh kepada penjual karpet.
“Ada, tapi belum dikirim. Masih di
Baghdad,” jawab pemilik toko tak kalah lucunya.
19.
Warna Cadar
“Mengapa cadar berwarna hitam ya?”
“Kalau batik nanti dikira masih di
Pekalongan.”
20.
Cadar Tebal
Mengapa cadar berupa kain tipis ya?
Kalau tebal bisa nabrak – nabrak jalannya.
Kalau tebal bisa nabrak – nabrak jalannya.
21.
Cadar Laki – laki
“Mengapa cadar hanya untuk perempuan?”
“Aduh, untuk perempuan saja kita jadi
sulit membedakannya, apalagi kalau laki – laki juga memakainya. Tambah bingung,
pasti!”
22.
Banyak Burung Merpati
“Mengapa di Tanah Suci ini banyak
burung merpati ya?” tanya Haji Fahman.
“Karena tidak boleh ditangkapi dan
disembelih,” jawab Haji Imam.
“’Di Indonesia ditangkapi dan
disembelih, kok masih banyak juga?”
“Waduh, kok sempat – sempatnya nanya
sih?!”
23.
Lebih Mahal
Seorang ibu membeli rumput Fatimah di
halaman masjidil Haram.
“10 riyal haji. Kalam akhir!” maksudnya
tidak bisa ditawar lagi.
“Mahal amat. Di Jabal Uhud cuma 5
riyal!” protes Hajah Naina.
“Itulah, mengapa nawarnya di sini kalau
mau belinya di sana?” tembak penjual rumput Fatimah kemudian.
24.
Warna Ihram
“Mengapa kain ihram warnanya putih –
putih ya?”
“Kalau merah putih nanti dikira bendera
Indonesia.”
25.
Lari – lari Kecil
Rasulullah mencontohkan, ketika mencapai
Bathnul Waadi yang ditandai dengan lampu hijau saat ini, jamaah haji harus lari
– lari kecil. Meskipun sudah dicontohkan oleh Rasulullah, toh masih ada pula
yang bertanya.
“Mengapa sih ketika sa’i kita harus
lari – lari kecil pas di lampu hijau?” tanya Haji Abnan.
“Habisnya kalau lari – lari cepat bakal
banyak yang kesrimpung. Kalau jatuh kan bisa luka,” jawab Haji Muhsin
sekenanya.
26.
Tutup Toko
“Mengapa toko – toko di Arab Saudi
selalu ditutup pada saat shalat?”
“Kalau dibuka toh tidak ada yang beli.
Wong semuanya pada shalat.”
27.
Pintu Masjidil Haram
Pintu Masjidil Haram ada 4 utama dan 45
pintu biasa. Karena banyaknya inilah banyak pula jamaah haji yang tersesat,
bahkan beberapa kali.
“Mengapa ada 49 pintu ya?” Haji Kolari
setengah mempertanyakan. Ia termasuk yang tersesat.
“Nanti saya tanyakan sama yang punya
ide dan arsiteknya ya,"canda Haji Nawawi.
“Ah, Pak Haji canda melulu.”
28.
Tidak Dipisah
Mengapa jamaah laki – laki dan
perempuan tidak dipisah ketika shalat di masjidil Haram?
Wajar kan, pasalnya ka’bahnya juga
satu.
Nah, lo, nggak nyambung, kan.
29.
Gara – gara Warna Baju
Haji Saman terperanjat ketika menyadari
bahwa istrinya sudah lepas dari gandengannya. Padahal saat thawaf jamaah
berjubel dan arus manusia sangat kuat. Namun ia menjadi gembira ketika ingat
bahwa dirinya janjian dengan istrinya. Haji Saman berpesan apabila terpisah.
mereka akan bertemu di pintu Baabus Salam.Rupanya sudah sekian lama Haji Saman
menunggu kehadiran istrinya, namun istrinya tidak kunjung muncul.
Ketika hampir putus asa menunggu,
istrinya muncul dengan gugup dan berlinang airmata. “Saya…,saya…”
“Kenapa, Bu?”
“Saya tadi nggandeng orang Turki
ternyata. Seragam kita sama yakni hijau tosca,” cetus istrinya terguguk.
30.
Jauh
“Mengapa letak toilet di masjidil Haram
sangat jauh dari tempat shalat?”
“Kalau dekat bisa najis nanti.”
“Yang benar, karena dibangun untuk
ukuran orang Arab.”
“Hus, sembarangan!”
31.
Penjaga Toilet
“Mengapa toilet di masjidil Haram tidak
ada penjaganya?” tanya Haji Warno.
“Takut kewalahan menerima bayaran.
Bukankah konsumennya sangat banyak?”
32.
Kotak Amal
Masih seputar masjidil Haram.
“Mengapa tidak ada kotak amal yang
diedarkan ketika shalat Jumat?”
“Untuk apa uangnya? Toh, semuanya sudah
dibiayai kerajaan.”
33.
Joki Hajar Aswad
Di masjidil Haram ternyata banyak joki.
Bukan joki UMPTN, tapi mencium Hajar Aswad. Mereka kebanyakan mahasiswa di
Saudi Arabia dan sekitarnya. Mereka membisiki jamaah yang tampaknya
menginginkan mencium Hajar Aswad tapi takut atau kesulitan. Suatu saat
mahasiswa ini menghampiri Sutarno menawarkan jasa joki.
“Mau saya bantu, Pak?”
“Mau, mau, Dik.”
“Cuma 10 riyal, Pak.”
“Mahal banget. 5 riyal ya.”
“Umumnya memang segitu, Pak.Ini sudah
murah.”
“Murah apanya. Pantesan Rasulullah
tidak menggunakan joki karena mahal begitu,” gerutu Sutarno.
34.
Daftar Doa
Sudah menjadi tradisi bahwa setiap ada
orang naik haji, para tetangganya selalu
menitipkan doa. Begitu juga ketika Pak Baron naik haji. Pak RT menitip doa agar
usahanya lancar. Bu Djoko menitipkan doa agar anaknya diterima di Perguruan
Tinggi ternama. Bang Kodir menitip agar memperoleh jodoh yang salehah.Dan masih
banyak lagi.
Begitulah, seusai melakukan thawaf
qudum, Pak Baron membaca daftar penitip doa satu per satu berikut doa yang
harus dipanjatkan di depan multazam. Nahas baginya, ketika baru ada lima doa
yang dibacakan, ia tersenggol orang Nigeria yang tinggi dan besar. Terbanglah
kertas berisi daftar tersebut.
Dengan lemas, Pak Baron berharap, “ Ya,
Allah, Engkau Maha Tahu. Amin.”
35.
Beda Azan Subuh
Perbedaan mencolok apakah yang terlihat
antara azan Subuh di Arab Saudi dengan Indonesia?
“Kalau di Arab Saudi cukup ‘Ashsholaatu
khoirum minannauum.”
“Kalau di Indonesia?”
“Ashsholaatu khoirum minan
nauuuuuuuuuuuuuuuuuuuum.”
“Kok bisa begitu?”
“Karena di Indonesia orang – orang
malas bangun ketika azan dikumandangkan. Sedangkan di Arab, sebelum Subuh orang
– orang sudah ada di masjid.”
36.
Tidak Mau Pakai
Seorang jamaah haji yang baru pertama
kali naik pesawat diminta memakai sabuk pengaman. Namun Pak Badrun, jamaah tadi
menolak. Alasannya ia sudah memakai sabuk sendiri.”Sudah pakai sabuk kok masih
disuruh pakai lagi,” gerutu Pak Badrun.
Karena demi keselamatan penumpang,
pramugari merayu. “Bukan begitu maksudnya, Pak. Khawatirnya kalau Bapak nanti
kejedot ke kursi depan, pasti penumpang di depan Bapak akan terjungkal,” bujuk
pramugari Paramitha.
“Oh, bilang dari tadi kalau begitu,”
Pak Badrun tak mau kalah.
37.
Jangan Dicopot
Setelah mendarat dengan selamat,
pramugari mengumumkan bahwa sabuk
pengaman boleh dilepas. Rupanya jamaah haji yang baru pertama kali naik pesawat
melepas kedua sabuk yang dipakainya: sabuk pengaman dan sabuk celana.
“Aduh,
Bapak, nanti bemonya kelihatan. Sabuk yang ini jangan ikut dicopot ya,” bujuk
pramugari Sita sambil menunjuk celana panjang Pak Tanthowi.
38. Cuma Menonton
Haji Zain memang jeli. Sebagai
wartawan, naluri kewartawanannya cukup berjalan juga. Begitu juga ketika sedang
berzikir di Masjidil Haram. Ia mengomentari jamaah lain.
“Sudah jauh – jauh di sini kerjanya kok
cuma nonton orang thawaf. Mestinya kan zikir terus,” ujarnya.
Sepulang dari masjid, sajadahnya
ketinggalan, tanpa ia ingat sama sekali. Berceritalah ia kepada teman –
temannya. “Makanya hati – hati berkomentar. Nonton orang thawaf kan sudah dapat
pahala 20 rahmat lho. Itu cuma nonton itu.”
“Oh, begitu ya…”
39.
Terharu
Seusai melakukan thawaf, rombongan
jamaah haji kembali ke maktab. Mereka hampir memiliki kesamaan perasaan ketika
bisa mencium hajar aswad: menangis karena terharu. Hanya seorang yang tidak
merasa terharu, dengan sinis berkomentar, “Ah, gitu aja cengeng. Aku nggak nangis
nih,” ujar Haji Mardu kepada teman – temannya.
Besoknya, rombongan tadi kembali
melakukan thawaf dan satu per satu mencium hajar aswad. Ternyata, Haji Mardu
meneteskan airmatanya.
“Nah, akhirnya Pak Haji Mardu terharu
juga,” komentar Haji Badrun.
“Iya, karena hati Haji Mardu kemarin
itu belum siap,” timpal Haji Wardono.
Sambil sesenggukan, Haji Mardu
menjawab, “ Belum siap apaan. Ketika aku mau mencium hajar aswad, asykar
menggamparku.”
40.
Dipindah Raja Arab
Karena tidak melihat Hajar Aswad,
seorang ibu teriak – teriak agak histeris. “Tidak, tidak! Tujuh tahun yang lalu
saya masih melihatnya!” teriak Hajah Yunari, “Bahkan saya sempat menciumnya.”
“Tenanglah, Jeng, tenanglah!” Hajah
Baria menenangkan.
“Tentu sudah dipindahkan oleh Raja
Arab!” tebak Hajah Yunari.
“Istighfar, Jeng, istighfar…,” bujuk
Hajah Fitri.
“Memang kalau saya istighfar Raja Arab
akan mengembalikan hajar aswad?”
41.
Terlalu Mahal
Di sekeliling ka’bah, ternyata banyak
joki hajar aswad. Mereka menawarkan jasa membantu memandu jamaah mencium hajar
aswad.Rata – rata 10 riyal per jamaah.
“Mahal amat!” protes Haji Bonari kepada
penyedia jasa.
“Terserah Bapak. Kalau nggak punya uang
nggak usah minta bantuan deh,” ujar mahasiswa penyedia jasa.
“Oke deh, 5 riyal,” tawar Haji Bonari.
“Bisa, Pak, tapi saya lempar sampai
depannya.”
42.
Parfum 1000 Bunga
Menjelang hari kepulangannya, seusai
Thawaf Wada’, Hajah Luthfiyah berkesempatan melihat – lihat parfum di sekitar
Pasar Seng. Matanya tertumbuk pada Parfum 1000 Bunga.
“10 riyal, Hajji. Kalam akhir,” ujar penjual
parfum.
Setelah membuka – buka dompet, uang
kecilnya ternyata tinggal sedikit.
“Beri aku 500 bunga saja, karena uangku
tinggal 5 riyal,” tukas Hajah Luthfiyah.
43.
Lebih Murah di Koran
Usai menengok kawannya yang tinggal di
Hotel Hilton, Haji Kartiwa mampir di toko perlengkapan haji di lantai satu.
Ketika melihat siwak dengan kemasan bagus, ia langsung tertarik membelinya.
“Berapa ini?”
“5 riyal sebatang.”
“Mahal amat? Di koran lebih murah, cuma
2 riyal,” potong Haji Kartiwa.
“Kenapa Pak Haji nggak beli di koran?”
44.
Kadal Mesir
Kadal Mesir rupanya menjadi jamu
favorit bagi jamaah haji. Maklum, khasiatnya bisa menambah tenaga. Sementara
jamaah haji memerlukan banyak tenaga untuk sa’i dan ziarah di berbagai tempat.
Nah, tak ketinggal Jumari, jamaah haji
yang sudah tua itu juga memborong beberapa botol. Namun ia kecewa karena
setelah diminum tidak memberikan efek positif. Ia protes kepada penjual.
“Ente jualan jamu gimana sih? Masak ane
punya tubuh masih loyo juga. Padahal ane minum sesuai petunjuk!”
“Jangan salahkan ane. Barangkali ente
salah milih kadal yang tua. Fantas ente masih loyo juga,” kilah penjual tak mau
kalah.
45.
Tak Pernah Sedih.
Haji Doddy termasuk haji yang acapkali
kena musibah. Dari yang kecil sampai menengah. Namun beliau tidak pernah merasa
sedih atau jengkel dan marah – marah. Ketika kejadian terakhir di Jabal Tsur,
ia terjatuh di bebatuan sehingga tubuhnya berdarah – darah. Namun ia tetap
tersenyum.
“Wah, saya heran. Pak Haji Doddy ini
tidak pernah sedih. Banyak luka juga nggak sedih,” ujar Haji Zairin sambil melap luka – luka Haji Doddy.
“Wajar dong, Pak, kan saya ikut Haji
Tamattu’. Tamattu’ kan artinya gembira.”
46. Membawakan
Air Zamzam.
Seorang jamaah haji terlihat paling
sibuk membawakan air zamzam kemasan botol setiap harinya. Ibu Wanti, jamaah
tersebut, terlihat begitu seringnya sehingga mengundang tanda tanya jamaah haji
lain.
“Saya perhatikan Ibu Wanti rajin sekali membawakan
air zamzam untuk jamaah lain. Apa tidak terlalu repot, Bu?” tanya Hajjah
Munafah.
“Repot sedikit nggak apa – apa, Bu.
Yang penting kan pahalanya 100.000 kali lipat kalau kita membawakan di tempat
lain.”
47.
Menyiapkan Piring
Dalam antrian makan siang di sebuah
hotel, seorang jamaah haji membantu menyiapkan dan membersiahkan piring
beberapa jamaah. Jamaah haji yang datang belakangan ternyata memperhatikan hal
tersebut. “Lho, yang lain kok nggak dibersihkan, Mas?” tanya Hajjah Karimah
“Wah, kalau saya bersihkan semua, saya
bakal dibilang rakus pahala, Bu. Kasihan
yang lain bakal nggak kebagian pahala.”
“Ah, ente bisa aje.”
48.
100.000 Kali Lipat
Sesuai perjanjian sebelumnya bahwa
selesai thawaf dan sa’i mereka akan bertemu di depan kantin Bakso Pak Udin,
para rombongan berkumpul sesuai waktu yang telah ditetapkan. Namun, ada satu
jamaah yang sudah 30 menit ditunggu tidak kunjung tiba. Para jamaah sudah mulai
jemu menunggu. Mereka gelisah. Kegelisahan mereka akhirnya terbaca juga oleh
Ustadz Saerozi,pembimbing mereka. "Tenang Bapak-bapak dan Ibu-ibu. Sabar.
Menunggu di masjidil Haram ini
dilipatkan 100.000 kali.”
“Pahalanya, Ustadz?” celetuk Haji
Juned.
“Bukan. Maksud saya menunggunya serasa
100. 000 kali lipat lamanya,” jawab Ustadz Saerozi sambil tersenyum.
49.
Nenek Hebat
Seorang nenek sibuk membuka – buka
kopernya. Rupanya yang dicarinya tidak ditemukan. Lalu membuka – buka laci meja
dan lemari, ternyata idem. Nenek tersebut gelisah dan sedikit kesal. Tampaknya
sikap aneh nenek mengundang perhatian teman sehotelnya.
“Nenek mencari apa?” tanya Hajah Euis.
Tanpa hirau ia menjawab, “Primolut N.”
“Hah?! Primolut N.? Nenek masih datang
bulan juga?” tanya Hajah Euis tak percaya.
“Ah, tentu untuk anak saya. Ia sedang
di masjid sekarang.”
50.
Resep Haji Mabrur
“Kalau berdoa pakai nangis, biar
hajinya mabrur.”
“Lho, kalau nangis apakah benar
mabrur?”
“Nggak juga sih. Tapi, minimal menuju
mabrur.”
51.
Seragam Haji
Seandainya jamaah haji Indonesia
dibuatkan seragam, maka akan tampak sekali ketika thawaf. Bukankah jamaah kita
paling banyak?
Ketika ide ini saya sampaikan kepada
seorang teman, ia menukas cepat, “Jangan membuka pintu korupsi lagi ah. Kasihan
jamaah haji yang sudah banyak sabar menahan yang begitu itu.”
52.
Lupa Hitungan
Seorang jamaah haji lupa menghitung
putaran thawaf yang sudah ia lakukan. Rupanya ia tidak puas kalau tidak
mengulang lagi dari awal. Tapi setiap mengulang selalu saja lupa sebelum sampai
hitungan ketujuh. Karena terlalu capek, ia terduduk sambil menengadahkan kedua
tangannya. “Ya Allah, sungguh Engkau Maha Tahu.”
53.
Arah Putaran
“Mengapa orang thawaf arahnya
putarannya ke kiri?”
“Memang ketentuannya begitu.Coba saja
ke kanan, bisa terinjak – injak kau.”
54.
Masjid Jin
Sepulang dari ziarah ke makam Siti
Khadijah di Ma’la, Haji Mashudi mampir di masjid Jin. Ia sempatkan shalat sunah
2 rakaat di sana.
“Perasaan tadi banyak jamaah di dalam
masjid. Namun ketika salam, tiba – tiba sudah tidak ada semua mereka,” ujar
Haji Mashudi setengah linglung sesampai di hotelnya.
“Maksudnya siapa?” tanya Haji Basarun,
temannya sehotel.
“Itulah yang tidak saya ketahui. Apakah mereka jin?”
“Ah, mengapa tidak kautanyai sebelum
shalat tadi?”
55.Pengemis di Gua Hira’
Gua Hira’ ternyata tidak hanya
menyimpan sejarah karena di situ tempat Rasulullah menerima wahyu pertama kali.
Kini gua tersebut di samping menarik minat peziarah, juga para pengemis dari
berbagai negara. Ya, mereka mengemis sambil mengacung – acungkan paspornya.
“Ah, mengapa mereka harus jauh – jauh
kemari hanya untuk ngemis, ya?” keluh Haji Humam kepada pembimbingnya.
“Bukankah Rasulullah sudah pernah
menyampaikan: Kelak ada 3 golongan yang naik haji. Pertama, Kelas Atas yang
naik haji dengan maksud berwisata. Kedua, Kelas Menengah. Mereka naik haji
dengan maksud berdagang. Dan terakhir, Kelas Bawah. Mereka berhaji dengan
maksud meminta – minta,” urai ustaz Waskita menyitir hadis. “Jadi wajar kan
kalau ada orang jauh – jauh kemari hanya untuk mengemis?”
55.
Contoh Memakainya
Haji Bakran memang terkenal usil dan
suka ngerjain orang. Begitu juga berkesempatan menunaikan ibadah haji, penyakit
itu masih juga melekat pada dirinya. Misalnya ketika ia membeli siwak.
“Berapa satu ikat, Mbah?”
“10 riyal, Hajji,” jawab penjual siwak
yang sudah renta dan tanpa gigi itu.
“Oke deh. Beli 2 ikat. Tapi tolong
diberi contoh cara memakainya ya!” pinta Haji Bakran.
Si kakek hanya melongo.
56.
Pohon Soekarno
Mantan Presiden Soekarno adalah salah
satu orang yang dianggap berjasa terhadap negara Arab Saudi, karena pernah
menanam banyak pohon di sana. Maksudnya jelas, agar Arab terlihat lebih hijau
dan teduh.
Para jamaah haji yang mengetahui
informasi ini selalu bertanya kepada orang setempat atau sopir bus yang membawa
mereka kemanapun mereka pergi.Sopir dengan cekatan menjawab, oh itu Pohon
Soekarno.”
Suatu hari ada jamaah yang melihat
pohon mirip Pobon Soekarno tapi pendek. “Lho, itu pohon apa?”
“Oh, itu, Pohon Soekarno waktu masih
kecil,” jawab sopir tak kalah tangkas.
57.Serong Sedikit
Selesai
thawaf, haji Thohari melaksanakan shalat sunah 2 rakaat di belakang
makam Ibrahim. Di sebelah kanannya haji Mahmud, ustaz yang membimbingnya.
Setelah takbir, haji Thohari
membatalkannya. Ia mengubah posisinya dengan serong ke kanan sedikit. Merasa
bertanggung jawab terhadap jamaah yang dibimbingnya, ustaz Mahmud menegur,
“Mengapa Ente nyerong ke kanan? Bukankah Ente shalat persis di hadapan ka’bah?”
“Afwan Ustaz, perasaan masih di Tanah
Air saja sehingga perlu menghadap ke kiblat,” jawab haji Thohari sembari
tersipu.
58.Taubat
Si Bahlul adalah jamaah haji yang
merasa dosanya paling banyak. Cita – citanya memang ingin bertobat dengan
memanjatkan doa di depan multazam sebagai tempat yang makbul untuk berdoa.
Begitulah, ketika sampai di depan multazam
langsung tersungkur dan berdoa sambil menangis, “ Ya Allah, ampunilah segala
dosaku, baik dosa yang Engkau ketahui maupun dosa yang tidak Engkau ketahui…”
PERISTIWA DI MADINAH
01. Susu
Penunjuk Waktu
Rombongan haji dari Mekkah ke Madinah
terpaksa berhenti di tengah perjalanan karena bus mogok. Sambil menunggu sopir
dan kondektur memperbaiki bus, jamaah haji keluar menghirup udara segar.
Sepanjang jalan tampak gurun sahara
menghampar. Kalau toh ada tanaman, hanya sedikit. Itupun di sekitar restoran
satu – satunya di wilayah itu.
Sebagian jamaah menuju restoran untuk
mengisi perut atau rehat. Bahkan ada yang sekadar menumpang buang air kecil.
Sementara Matroji dan Daliman mendekati seorang laki – laki yang sedang memerah
susu unta tak jauh dari bus berhenti. Kedua jamaah haji ini berbasa – basi
sebentar dengan pemerah susu. Setelah itu Matroji baru sadar bahwa mereka tidak
boleh terlalu lama di situ karena harus menjamak shalatnya. “ Jam berapa
sekarang Dal?”
“Ah, aku nggak membawa jam. Coba tanya
dia,” Daliman memberi saran sembari menunjuk pemerah susu yang memakai gamis
lengan panjang.
Dengan bahasa isyarat, Matroji
bertanya,”Jam berapa sekarang, Wan?”
Orang Arab itu kemudian membungkuk dan
memerah susu, lalu menjawab, “Pukul 15.47 menit,” jawab pemerah susu dengan
tenang.
Setelah mengucap terima kasih, keduanya
berpamitan. Belum sampai di bus, Matroji rupanya penasaran. Bagaimana mungkin
dengan memerah susu bisa mengetahui waktu dengan tepat? “Kita tanyakan lagi
saja ke sana,” usul Daliman kemudian.
Sesampai di tempat pemerah susu,
Matroji bertanya lagi.
“Pukul 15.56 tepat,” jawab pemerah susu
dengan tenang.
Matroji dengan sangat penasaran lalu
bertanya bagaimana caranya ia bisa mengetahui waktu dengan tepat?
Orang Arab itu menyuruh Matroji
memegang susu unta, sambil menunduk. Lalu telunjukknya menunjuk ke arah ke
jauhan. “Wah, pantesan di sana ada tugu jam yang besar. Saya kira paranormal,”
Matroji dan Daliman terkekeh – kekeh.
02. Tempat
Shalat Terpisah
Aiman memang orang yang kritis. Begitu
juga ketika sampai di Madinah kekritisannya terhadap lingkungan tidak
berkurang. Maka ketika ia melihat shaf shalat laki – laki dan perempuan dipisah
ia penasaran.
“Mengapa di masjid Nabawi ini dipisah
ya?”
“Man, Man. Apa kurang cukup sih. Di
Masjdil Haram kan sudah dicampur, kok masih kurang juga.”
“Bukan begitu, kalau tidak dipisah kan
bisa sama istri terus.”
“Justru itu, Man. Kenapa masih tidak
cukup?”
03. Masih
di Makkah
Seorang jamaah asal Pekalongan menuju
toilet yang ada di masjid Nabawi Madinah. Sambil menuju lantai bawah melalui
eskalator, Permana, jamaah tersebut membaca tulisan: “EXIT TO AL – HARAM” dan
di bawahnya tertulis: “MAKHROJ ILA HARAM”.
Permana bingung membaca tulisan yang
ada HARAM-nya itu. Karena tidak ingin terlalu lama bingung, ia mencolek
temannya. “Mad, katanya kita sudah di Madinah, tapi tulisan di toilet kok masih
di Al – Haram? Berarti masih di Makkah dong?”
Madroji terkekeh – kekeh. “Mana, Mana.
Kau lupa ya kalau Madinah itu disebut juga tanah haram? Tanah Suci?”
Permana tak bisa mengempat senyum
malunya.
04. Usia
Kuburan Baqi’
Rombongan haji berkumpul di bawah
bimbingan seorang ustaz. Mereka akan melakukan ziarah ke makam Baqi’. Ustaz
Ridwan, sebagai pembimbing menjelaskan tentang sejarah makam, siapa saja yang
dimakamkan, dan tata cara yang harus dijalani selama berziarah.
Salah seorang jamaah bertanya, “Kapan
makam Baqi’ mulai difungsikan, Ustaz?” tanya Salimin.
“Jauh sebelum Rasulullah menetap di
Madinah,” jawab ustaz Ridwan.
“Tepatnya kapan?” Salimin masih kurang
puas.
Ustaz Ridwan tidak menyangka akan
menghadapi pertanyaan semacam ini.
“1.425 tahun lebih 3 hari,” sahut
Jazuli, jamaah yang lain.
“Kok begitu persis sih jawaban Bapak?”
Salimin dan rombongan heran.
“Tiga hari yang lalu saya dapat
informasi dari seorang pemandu, bahwa kuburan itu difungsikan sejak 1415 tahun
yang lalu,” jawab Jazuli dengan tenang.
05. Penemu
Sumur
Seorang pimpinan rombongan haji
berkesempatan mampir di sumur Ha. Sumur yang berada di tengah – tengah kebun di
batas Utara kota Madinah ini memiliki keunikan. Airnya beraroma wangi dan
Rasulullah pernah meminumnya. “Sumur itu bernama Ha diambil dari nama
penemunya,” jelas pimpinan rombongan.
“Lho, apakah sebelumnya sumur itu
pernah hilang, Pak?” dengan usil Haji Barkah bertanya.
06. Rumput
Fatimah Nenek
Sesampai di hotel, seorang nenek kecewa
karena rumput Fatimah yang dibelinya di Jabal Uhud tertinggal di bus carteran.
Meskipun harganya tidak seberapa tapi rumput itu berkhasiat memudahkan proses
persalinan. Karena begitu gugupnya, ia mendatangi suaminya yang sedang asik
bercengkerama dengan jamaah haji lainnya di ruang tamu.
“Pah, rumput Fatimah yang kita beli
tadi ketinggalan di bus,” lapornya kepada kakek Markuat, suaminya.
“Ya sudah, biar saja. Nanti kita beli
lagi di Mekkah,” jawab Markuat.
Tiba – tiba pecah suara tawa di ruangan
itu. “Masih ingin nambah anak lagi nih? Hebat benar kakek – nenek ini,” canda
salah seorang jamaah.
“Ah, ya ndak to. Wong rumput untuk cucu
saya kok,” jawab nenek Markuat sembari tersipu.
07. Burung
Kecil
Saat prasmanan makan siang di hotel
tempat menginap, seorang ibu tidak beranjak dari tempat makannya. Ia sibuk
mengamati lauk, yakni burung merpati goreng.
“Ada yang aneh, Bu?” tanya Haji
Fadholi.
“Ah, enggak. Tapi saya heran kenapa
burungnya kok kecil amat ya,” ujar Hajjah Asiyah masih heran.
“Wah, barangkali ini bukan burung Arab,
Bu,” jawab Haji Fadholi.
Jamaah lain tidak bisa menahan tawanya.
08. Minum Jamu
Usai shalat arba’in, ternyata banyak
jamaah haji yang kecapekan. Memang, mereka harus menyelesaikan shalat 5 waktu
sehari selama 8 hari berturut – urut. Tidak boleh putus. Di samping berebut
waktu, biasanya mereka juga menambah shalat – shalat sunah yang lain sehingga
banyak menguras tenaga.
“Itulah, mengapa saya bilang sebelum
melakukan shalat arba’in harus minum jamu nafsu shalat dulu,” celetuk ustaz
Badrun bercanda.
09.Kehilangan Waktu
Abdul Ghafur mengadu kepada ustaz
pembimbingnya bahwa dia telah kehilangan 1 waktu shalat pada saat arba’in
sehingga tidak bisa berturut – urut. Dengan kecewa ia bertanya, “ Apakah masih
bisa dianggap arba’in, Ustaz?”
“Arba’in kan artinya 40 Pak Ghafur.
Kalau 39 berarti salatsu wa tis’un,” jawab ustaz Muhith.
“Kalau ditambah satu lagi, gimana?”
“Itu baru 40. Tapi jadi nggak urut to.
Nggak usah sedih, meskipun kurang shalatnya, insya Allah tetap banyak deh
pahalanya,” ujar ustaz Muhith dengan bijaksana.
13.
Makam Ibrahim
Selesai berziarah ke makam Baqi’,
rombongan kemabli ke hotel. Mereka saling membincangkan pengalamannya di Baqi’.
Salah seorang jamaah yang sejak tadi menampakkan wajah keheranan akhirnya
melontarkan keheranannya. “Ada yang masih mengganjal di benak saya. Kenapa tadi
pemandu ziarah bilang kalau di situ ada makam Ibrahim. Seingat saya, makam Nabi
Ibrahim itu berada di Palestina,” kata Haji Kusnan.
“Memang benar makam Nabi Ibrahim di
sana,” sahut Haji Warubi.
“Lalu yang di Baqi’ itu?” Haji Kusnan
masih belum dong.
“Itu kan Ibrahim anak Rasulullah,”
jawab Haji Warubi.
14.
Nisan Makam
“Kenapa sih, nisan di makam Baqi’berupa
batu?”
“Habis kalau nisannya berupa donat kan
bisa dimakan burung yang banyak beterbangan di sana.”
15.
Waktu Buka
“Mengapa sih makam Baqi’ dibuka hanya
waktu – waktu tertentu?” tanya Hajah Waroyah penasaran.
“Lho, penjaga pintu gerbangnya kan
adanya waktu – waktu tertentu juga,” jawab Hajah Tarsini cepat.
16.
Jual Jasa Do’a
Beberapa kali berziarah di makam Baqi’,
Hajjah Tiny masih memendam pertanyaan. Karena tidak tahan memendam masalah,
bertanyalah ia kepada sesama jamaah haji.
“Mengapa selalu ada orang yang menjual
jasa do’a ya?”
“Pastilah, Bu Hajjah Tiny. Banyak dari
jamaah haji kan yang tidak tahu nama – nama yang menghuni makam. Kedua, banyak
juga kan yang tidak bisa berbahasa Arab,” jawab Hajjah Neneng sekenanya.
17.
Makam Abdurrahman bin ‘Auf
Memperhatikan makam konglomerat
Abdurrahman bin ‘Auf yang sangat
sederhana, yakni tanpa bangunan dan hanya bernisan batu, banyak yang berbisik –
bisik.
“Kok makamnya begini sederhana ya,
padahal sahabat nabi ini orang yang kaya raya,” bisik Hajjah Muti’ah kepada
Hajjah Munadah.
“Memangnya orang Indonesia? Baru
sedikit punya uang saja sudah mengkijing makam secara mewah,” jawab Hajjah
Munadah.
18.
Kamera
“Benarkah memasuki makam Baqi’ tidak
boleh membawa kamera?”
“Memang benar.”
“Lho, Pak Haji Musthofa kemarin boleh.”
“Ah, pasti tidak ijin terlebih dahulu
dia.”
19.
Air Zamzam Hangat
Kita pantas kagum dengan manajemen
masjid Nabaw, terutama soal penggantian air zamzam yang tidak pernah kehabisan
stoknya. Penggantian dan pengisiannya juga begitu cepat dalam bentuk drum kecil
yang ditaruh di dalam masjid, hampir merata di seluruh bagian ruangan masjid.
Haji Duriyat sudah beberapa hari
terserang batuk, oleh karena itu ia menginginkan khasiat air zamzam untuk
menghilangkan penyakitnya. Sayangnya, justru yang dia temukan air zamzam
dingin. “Wah, kok nggak ada yang hangat ya,” gumamnya ragu – ragu.
Beruntunglah ia bertemu dengan Haji Komar.
“Makanya kalau tidak tahu bertanya. Jangan sampai malu bertanya sesat di dalam
masjid,” ujar Haji Komar sambil menjelaskan bahwa air zamzam dingin bertuliskan
bahasa Arab dengan cat hitam : “ mubarrid”. Sedangkan tulisan berwarna biru
bertuliskan: “ghoiru mubarrid” yang
artinya tidak dingin.
20.
Salah Sangka
Seorang jamaah haji terlihat khusyu’ ketika berzikir
di masjid Nabawi. Bahkan terdengar suara tangisan sesenggukan. Ia menangis di
tengah suara orang – orang batuk. Ropanya ada jamaah lain yang memperhatikannya.
“Ah, tampaknya khusyu’ sekali tadi ya. Sampai menangis segala.”
“Saya justru tidak khusyu’ kali ini.
Mendengar suara batuk – batuk terdengar seperti suara kodok di kampung saya.
Saya jadi rindu kampung.”
Busyet dah!
21.
Lift Arab
Karena kelebihan muatan ( orang, lift
yang dinaiki jamaah haji dari Indonesia tidak mau bergerak naik. Salah seorang
jamaah akhirnya berbicara dengan lift.
Ternyata sami mawon. Tidak bergerak.
“Dasar lift Arab, tak paham bahasa
Indonesia!” gerutunya tanpa mengingat dirinya sedang berhaji.
19. Pahala Umrah
Menurut hadits, apabila orang di
Madinah berangkat ke Quba’ kemudian shalat 2 rakaat, maka pahalanya seperti
melakukan umrah. Syaratnya, dari rumah atau dari tempat asal menjaga wudlunya.
Sulastri, hajah dari Indonesia sangat
memimpikan itu. Oleh karena itu, dari masjid Nabawi sudah wudlu. Namun, sampai
di masjid Quba’ rupanya batal. Setengah menyesal ia berujar, “Yah, kalau nggak
dapat pahala umrah, setengahnya pun nggak apa-apa deh, Tuhan.”
20. Kurma Penangkal Racun
Menurut hadits, kurma ajwa berkhasiat
sebagai penangkal racun. Menurut Rasulullah, kalau setiap pagi makan 7 butir,
insya Allah kita akan terlindung dari bahaya racun.
“Apa betul bisa jadi penawar racun,
Tuan?” tanya Haji Fahmi.
“Afa ente tidak percaya Rosul?” penjual
balik bertanya.
“Bukan begitu,” tukas Haji Fahmi agak
ngeper. “Tapi kalau ternyata mati juga gimana?”
“Ente funya fulus, ana kembalikan
semua.”
21.Kamar Barokah
Jamaah yang termasuk dalam kategori
kloter – kloter terakhir, biasanya akan memperoleh fasilitas akomodasi yang
baik ketika di Madinah saat menunggu kepulangan. Bahkan, jamaah KBIH Khusus
juga sudah tidak ada lagi sehingga jamaah biasa dapat menempati hotel – hotel
berbintang. Banyak yang berebutan memegang kunci kamar kosong dan menawarkannya
kepada jamaah yang membawa pasangan. “Kamar barokah, kamar barokah. Cuma 20
SR.”
Bagi jamaah yang memiliki pasangan akan
malu – malu mendekati si pemegang kunci.
22.Pusing
Haji Usman beberapa kali terlihat
memegangi kepalanya. Sesekali menekuk mukanya.
“Kenapa Pak Haji?” tanya Haji Kusnan.
“Pusing nih dari kemarin.”
“Memang kenapa?”
“Belum kebagian kamar barokah…” dengan
suara lirih Haji Usman menyahut.
23.
Nunggu Giliran
Seorang ustadz harus pintar – pintar
menyenangkan semua jamaahnya. Apalagi kalau sudah tahallul kedua. Begitu juga
yang dimiliki ustadz Hasbi terhadap jamaah haji yang membawa pasangannya.Beliau
menawarkan kamar kosong.”Waktunya terbatas. Jadi untuk sepasang suami istri ada
waktu 10 menit,” jelas ustadz Hasbi dengan bijak.
Jamaah sepakat.
Tampaknya tak semua berjalan mulus.
Giliran 1 – 5 tepat waktu, tapi giliran berikutnya waktunya molor.
“Ustadz, gimana nih? Kasihan yang di
belakang dong. Waktunya jadi kepotong,” protes Haji Dulkahar.
“Yang lain diqashar sajalah penyelenggaraannya,” sahut Ustadz Hasbi sambil
tersenyum.
“ah, kayak shalat saja, ustadz.”
24.Makam Ibrahim
Beruntung Nasori. Meskipun masih kecil
sudah bisa berangkat ke Tanah Suci. Maklum
orangtuanya kaya raya.
Ketika di Madinah, Nasori diajak
ayahnya ziarah ke Makam Baqi’. Betapa kagetnya Nasori ketika mengetahui bahwa
makam Ibrahim sangat pendek. Larilah ia kepada ayahnya. “Ayah, ayah, apakah
Nabi Ibrahim meninggal ketika masih kecil?”
Ayahnya bingung. “Oh, tidak nak. Beliau
wafat pada usia 950 tahun dan dimakamkan di Palestina,” jelas Haji Baidlowi.
“Tapi mengapa di sini ada makam
Ibrahim?”
“Oh, itu makam anak Rasulullah, Nak.”
25.Persamaan
Cuaca dingin mengakibatkan perubahan
permukaan kulit jamaah. Di Madinah misalnya, betapa banyaknya jamaah haji yang
mengalaminya. Maka ketika ada pertanyaan, apa persamaan antara Kadal Mesir dan
manusia? Jawabnya, “Kulitnya bersisik!”
26.Obat 1001 Macam
Penyakit
Tergiur oleh iklan yang dapat
menyembuhkan 1001 macam penyakit di pelataran masjid Nabawi, Hajah Novida yang
sudah mengidap penyakit alergi yang tidak pernah sembuh – sembuh, akhirnya
membeli satu botol. Sesampai di hotel, segeralah obat itu dicobanya. Sampai
beberapa hari mempraktekkannya, ternyata obat tersebut tidak mujarab.
“Ente nipu ya. Sudah hampir habis obat
ini ane pake, tapi belum sembuh juga!” protes Hajjah Novida.
Sembari tersenyum, penjual obat
berkilah, “Jangan salahkan ane punya obat. Mungkin saja ente funya fenyakit
yang ke - 1002.”
27.Antri di Depan Lift
Sudah menjadi kebiasaan, pada jam – jam
makan siang jamaah haji selalu berebut. Maklum, di samping khawatir di urutan
belakang antriannya, khawatir juga kehabisan menu utamanya. Tapi, ini kenyataan
jamaah haji di KBIH Khusus.
Maka, sudah menjadi pemandangan umum,
seusai shalat Dhuhur di masjid Nabawi, jamah berjubel di lift. Lebar dan
panjang serta tak beraturan. Karena kesal menunggu lama, seorang jamaah
nyeletuk, “Heran, di Madinah juga ada Hajar Aswad, ya.”
28.Hadiah Umrah.
“Bagi Anda yang bisa menjawab kuis
berikut akan kami beri hadiah umrah 5 kali berturut – urut,” kata Ustadz
Muzakir kepada jamaah bimbingannya.
“Lho, maksudnya gimana? Lima tahun
berturut – urut?” sela Haji Yukari.
“Bukan. Saya akan traktir kalian ke
masjid Quba’ sebanyak 5 kali. Bukankah dari Madinah ke Quba’ terus shalat sunah
sudah dihitung 1 kali umrah?”
“Ah, Ustadz bisa aja.”
29.Siap Mati
Sehabis ziarah ke makam Baqi’, Haji
Zaini bercerita kepada teman sekamarnya.
“Setelah ziarah, rasanya aku siap mati
dan dikubur di Baqi’. Apalagi, di situ banyak orang top dikuburkan.”
“Wah, ente hebat. Berarti ente sudah
mantab betul,” sahut Haji Akram.
“Tapi, pantaskah saya dikubur bersama –
sama orang top ya? Rasanya kurang pantas,” Haji Zaini balik bertanya.
“Ah, dasar ente. Belum siap mati aja
belagu.”
30. Waktu I’tikaf
Ada perilaku aneh seorang jamaah haji KBIH
Khusus. Ia I’tikaf tidak istiqomah alias hanya pilih –pilih waktu, yakni waktu
ashar saja.
“Mengapa ente tidak melakukannya selain
waktu ashar?” tanya Haji Sultan.
“Well, katanya, “Ada dua hal mengapa
saya melakukan demikian. Pertama, waktu tersebut pendek. Mendekati Maghrib.
Kedua, setelah ashar tidak ada antrian
makan, jadi dijamin tidak kehabisan makanan,” jawab Haji Iful.
“Emang dasar…!”
31. Surat Panjang
Sudah banyak yang tahu bahwa bacaan
surat ketika shalat jahr ( dikeraskan
) biasanya panjang – panjang. Namun banyak orang yang menyukai shalat di masjid
Nabawi karena lagunya enak. Tentu tidak semua jamaah menyukainya, misalnya Haji
Ronggur.Selesai shalat ia bertanya kepada jamaah lain, tentang surat apa yang
imam baca tadi.
“Pada raka’at pertama surat An – Naml
artinya semut. Raka’at kedua, An – Nahl artinya lebah,” jawab Ustadz Munir.
Ronggur mengangguk – angguk. Besoknya, ia tanya
kepada ustadz apakah ada surat yang artinya bintang yang lebih besar dari lebah
dan semut?
“Al – Fiil.”
“Apa artinya ustadz?”
“Gajah.”
“Semut dan Lebah saja sudah panjang,
apalagi gajah. Tak ikut shalat aku.”
Wah, Ronggur salah paham, padahal surat
Al – Fiil sangat pendek.
32.
Lokasi Raudhah
Haji Sunarko memang patut diacungi
jempol. Meskipun sudah tua, pensiunan ini rajin sekali menguber pahala. Hampir
tiap malam berusaha memperbanyak amalan sunah dan shalat di raudhah. Bahkan,
saking rajinnya, jam 2 dini hari sudah berada di halaman masjid Nabawi menunggu
pintu dibuka. Ini semata – mata ingin beribadah di tempat yang makbul tersebut.
“Sebenarnya saya sudah sampai di
raudhah belum ya,” cetusnya suatu kali. Pernyataan Haji Sunarko ini membuat
rekan – rekan sehotelnya terkesiap. Bahkan nyaris menertawakannya kalau tidak
menyadari bahwa pensiunan tersebut sungguh – sungguh dalam beribadah.
“Lho, bukankah Bapak sudah berkali –
kali ke sana?” sahut Haji Irham.
“Tapi saya kurang yakin apakah saya
sudah di sana,” dengan suara lemah Haji Sunarko berujar.
“Memangnya kenapa, Pak?” Haji Jahro
ingin tahu.
“Kata orang, karpet di raudhah
keputihan warnanya. Saya belum pasti betul karena di sana ada beberapa karpet.”
“Gini aja deh, Pak. Segala tempat yang
jadi rebutan orang – orang Bapak kunjngi. Dijamin salah satunya adalah
raudhah,” saran Haji Basith sekenanya.
PERISTIWA DI MINA
01.
Tahallul Ni Ye…
Melaksanakan Rukun Islam yang kelima
ada beberapa pantangan. Antara lain tidak boleh melakukan hubungan suami istri
sebelum melakukan tahallul atau cukur rambut setelah melontar jumrah. Kalau
kebelet, suami istri harus bisa mengempetnya, kalau tidak bakal didenda.
Tentunya, tahallul adalah kegiatan yang
paling ditunggu – tunggu oleh pasangan suami istri. Oleh karena itu, ketika
seorang istri memotong rambut suaminya, jamaah yang lain nyeletuk, “Tahallul ni
yeee..” Mafhumlah suami istri yang disindir itu.
02.
Tak Ada Kembalian
Seorang jamaah haji bermaksud melakukan
tahallul. Ia berangkat ke barber shop
agar potongannya rapi. Ia sengaja memilih barber
shop yang sepi agar tidak antri panjang.
“Tuan Haji mau potong rambut biasa atau
gundul?” tukang potong menawarkan pilihan kepada Pak Ahmadun.
“Tarifnya berapa?” tanya Pak Ahmadun
kemudian.
“Kalau biasa 7,5 riyal. Kalau gundul
cuma 2,5 riyal.”
“Saya memilih potong biasa,” ujar Pak
Ahmadun.
Berjalanlah prosesi cukur mencukur.
Setelah selesai Pak Ahmadun menyodorkan uang 10 riyal. Tukang potong sibuk
mencari – cari uang kembalian, tapi tidak berhasil. “Maaf, nih Pak.
Kembaliannya nggak ada.”
“Ya sudah, kalau begitu gundul saja
sekalian, biar nggak perlu kembalian,” Pak Ahmadun dengan lugunya menyerah.
03.
Salah Sangka
Selesai tahallul Pak Andalan kembali ke
tenda di Mina. Wajahnya tampak murung. Padahal sebelumnya ceria. Sangat ceria.
Mursalam, teman satu tenda mencoba menghiburnya tapi gagal. Bahkan, Pak Andalan
tidak mau menjelaskan mengapa ia berubah murung.
Maka turunlah ustaz Muzakir untuk
menghibur jamaah bimbingannya. “Saya paham, setiap orang akan sedih karena
tahun – tahun yang akan datang belum tentu bisa kembali ke sini. Saya yakin pak
Andalan juga memiliki perasaan yang sama. Tapi yakinlah, kehendak Allah kadang
– kadang di luar perhitungan manusia. Jadi, Pak Anda tak perlu terlalu murung,”
bujuk ustaz Muzakir.
“Maaf, Ustaz. Saya murung karena tidak
membawa istri saya. Sementara yang lain setelah tahallul bisa langsung
bermesraan dengan istrinya,” jawab Pak Andalah sambil tersipu – sipu.
04.
Balas Dendam Setan
Sudah menjadi pengetahuan dan
pengalaman umum bahwa tahallul biasanya ditandai dengan mencukur gundul. Lebih
– lebih jika ustaz pembimbing. Maka, ketika ada salah seorang ustaz yang tidak
memotong gundul rambutnya, ustaz yang lain meledeknya. “Hati – hati,
Antum.Kalau tidak gundul setan yang tadi kena lemparan batu Antum masih
mengenali lo. Ia bisa dengan mudah balas dendam.”
05.
Ditakuti produsen Shampo
“Rukun Haji apakah yang paling ditakuti
produsen shampo?”
“Apalagi kalau bukan tahallul. Kepala
orang kan banyak yang gundul.”
06.
Musyawarah Para Setan
Usai para jamaah haji melontar jumrah,
para setan berkumpul di markasnya. Banyak setan mengeluh karena kepalanya
berdarah – darah kena lemparan batu. Sebagian lagi mengeluh wajahnya benjol –
benjol kena hantaman batu. Sebagian lainnya merasa sulit berjalan karena
terinjak - injak manusia yang berebut melontar jumrah.
”Apa yang harus kami lakukan bos agar
sakit hati kami terobati?” tanya salah satu setan yang wajahnya babak belur.
Setelah berpikir sejenak, Bos Setan,
menjawab. “Begini saja. Kalian menyebar ke tenda – tanda dan maktab – maktab.
Cari dan kenali setiap jamaah haji. Nah, balaslah jamaah yang telah menyakiti
kalian semua!”
Bertebaranlah para setan.
Tak berapa lama, mereka kembali dengan
lesu. Satu per satu melaporkan kegagalan misi mereka.
“Kenapa bisa gagal! Bodoh semua!”
bentak bos seketika.
“Maaf, Bos. Mereka telah gundul semua,
jadi kami sulit mengenali orang yang menyakiti kami….”
07.
Siapa Tua Siapa Muda
Apa simpulan yang bisa segera diambil
ketika jamaah haji melakukan tahallul?
Sulit membedakan laki – laki tua dan
muda. Mereka tak punya uban lagi sih.
08.
Catering dari Indonesia
Seorang jamaah haji mengendus – endus
makanan yang disediakan dalam bentuk bungkusan. Rupanya ada jamaah lain yang
memperhatikannya. Tak urung memancing pertanyaan. “Ada yang tidak beres Bu
Nuridah?” tanya Hajah Suharti.
“Ini masakan dari mana sih?” tanya
Hajah Nuridah. “Dari Indonesia,” jawab Hajah Suharti, maksudnya masakan Indonesia.
“Wah, pantas kalau basi. Dari Indonesia
sih,” tukas Hajah Nuridah.
09.
Khawatir
“Mengapa kamu tidak ikut Nafar Tsani?”
“Khawatir setannya sudah pada lari.”
10. Ambulance
“Mengapa tulisan “AMBULANCE” harus
dibaca terbalik?”
“Karena bacaan Arab harus dari kanan.”
11.Pesawat Pemantau
“Mengapa pesawat pemantau yang
berkeliling Mina menggunakan helikopter?” tanya Haji Sukron.
“Kalau pakai pesawat tempur bisa dikira
ada perang, dong,” jawab Haji Makmun sigap.
12. Pintu Terbuka
“Mengapa pesawat pemantau pintunya
terbuka?” tanya Haji Sukran.
“Karena tidak memakai AC. Takut gerah
di dalam,” jawab Haji Warmo.
13.
Pesawat Amerika
“Mengapa pesawat pemantau menggunakan
pesawat buatan Amerika?” tanya Haji Romani.
“Kalau pakai buatan kita, ente tahu
sendiri kan. PT DI suka dilanda kemelut,” jawab Haji Wasito.
14.
Tenda Biru
“Mengapa di Mina banyak berdiri tenda
biru?”
“Sponsornya Desy Ratnasari, kali.”
15.
Lontar Pagi.
“Mengapa orang melontar jumrah Aqabah
pada pagi hari?”
“Kalau malam setannya sudah pada tidur
di rumahnya.”
16.
Nafsu Melontar
Banyak jamaah haji yang terlalu
bernafsu melontar jumrah. Bahkan dari sikap mereka, sebenarnya rawan
kecelakaan. Tidak heran kalau sikap mereka yang kesetanan itu mengundang
komentar sinis.
“Di sini aje ente berani. Coba di
Jakarte!” komentar setan sinis.
17.
Munafik
Haji Gento memiliki reputasi kejahatan
yang luar biasa. Namun demikian, ia berusaha melontar jumrah dengan sungguh –
sungguh. Bahkan sepenuh konsentrasi.
“Alaaah, di sini aja ente musuhin ane.
Coba di Jakarte, ente bakal jadi sohib ane lagi dah,” cela setan Luyut sambil
menyeringai.
18.
Keroyokan
Satu rombongan haji melontar jumrah. Di
dalamnya terdapat Haji Joleng yang terkenal pengecut. Maka, setan juga
terpancing untuk mengomentari, “Halaa, ente beraninya keroyokan. Coba atu –
atu, berani kagak.”
19. Taradudi
Rombongan haji yang hendak berangkat ke
Arofah dibuat kesal karena bus yang harus mengangkut mereka belum kunjung
hadir.
“Inilah kelemahan sistem taradudi,”
ujar Ustaz Omar.
“Lho, apa bedanya dengan sistem biasa?”
tanya Haji Marsudi.
“Taradudi kan artinya berputar – putar
dan tak kunjung sampai di sini,” canda
Ustaz Omar
20. Kena Batunya
Seorang jamaah terkena batu di jidatnya
setelah melontar jumrah. Karena keadaan sudah sepi, ia memungut batu yang
mengenainya. Rupanya di situ tertulis ”sesama
setan dilarang saling menyakiti.”
21.Di Indonesia
Bunyi SMS:TAHUN DEPAN TIDAK PERLU MELONTAR JUMRAH
DI MINA. CUKUP DI INDONESIA. JUMRAHNYA KANTOR DEPAG.
22.Dua Lantai
“Mengapa jamarat ada 2 lantai?”
“Kok masih nanya sih. Dua lantai aja
masih banyak terjadi kecelakaan.”
23.
Dua Jalur
Memperhatikan frekuensi kecelakaan di
jamaarat yang begitu sering, seorang pengamat penyelenggaraan haji memberi
masukan. “Mengapa tidak dibuat jalur kepulangan dan kedatangan saja?” saran
Haji Tarmizi.
“Memangnya bandara? Pakai dua jalur
segala.”
24.Pelayan Terkaya
“Tahukah kalian siapakah pelayan
terkaya di dunia?” tanya Haji Iqbal.
“Wah, sulit amat bikin teka – teki,”
sahut Haji Salman.
“Gampang saja. Khadim al haramain al –
Syarifain. Pelayan Dua Tanah Suci, yakni Raja Arab Saudi.”
25.Peluang Profesi
Dua orang jamaah haji sedang ngobrol
santai.
“Ada peluang profesi selain jadi tukang
cukur.”
“Apaan?”
“Jadi tukang kerok tubuh.”
26..
Batu dari Muzdalifah
“Mengapa batu yang kita gunakan untuk
melontar jumrah harus dari Muzdalifah?” tanya Haji Shoim.
“Allah Maha Pemurah. Coba kalau kita
disuruh ngambil di Paris. Apa nggak tambah mahal tuh biayanya?” jawab Haji
Rofi’i.
27.
Batu di Luar Muzdalifah
Ketika melewati para jamaah yang sedang
mengambil batu di luar area Muzdalifah, seorang sopir bus berkomentar, “Ngambil
batu kok di luar Muzdalifah. Tidak bakal mati setannya!”
“Lho, kalau di Muzdalifah?” sela Hajjah
Farhana.
“Alasatun.
Langsung koit!”
28.
Batu Kecil
“Mengapa batunya harus kecil – kecil?
Bukankah setan tidak mati dengan batu kecil?” tanya Haji Nirwan kepada
pembimbingnya.
Pembimbingnya, Ustaz Tamim hanya
tersenyum karena tahu bahwa Haji Nirwan orang yang tidak begitu saja mau
mnerima alasan.
Selesai melontar jumrah, Haji Nirwan
cerita kalau kepalanya merasa sakit karena kena batu saat melontar jumrah.
“Nah, coba bayangkan seandainya batunya
sebesar kepala orang,” ujar Ustaz Tamim sambil tersenyum penuh arti.
Haji Nirwan tersenyum kecut.
27.
Tak Boleh Batu Besar
“Mengapa kita tidak boleh melontar
jumrah dengan batu yang besar – besar?” tanya Haji Qarni.
“Kalau besar kan bisa tumbang. Kasihan
jamaah yang melontar belakangan,” jawab Haji Rafli.
28.
Cuma 7 Kali
“Mengapa kewajiban melontar jumrah
hanya 7 kali setiap lontarnya?” tanya Hajah Fatimah.
“Kalau 1000 kali sekali lontar, memang
kuat?” Hajah Dzuriyah balik bertanya.
29.
Batu Besar
Seorang jamaah haji mengambil batu –
batu besar untuk bekal lontarnya. Oleh temannya tentu saja ditegur karena tidak
lazim.
“Ini kan sama dengan 7 batu kecil,”
kilah Haji Ramadhan sambil menunjukkan satu batu besar.
“Ah, nggak boleh itu. Kayak shalat aja
dirangkap,” tukas Haji Baldan.
“Nggak boleh ya. Saya kira boleh..”
30.
Nama Rombongan
Karena adanya pembatalan penambahan
kuota, banyak calon jamaah haji yang mengalami masalah. Salah satunya Iskandar.
Dalam rombongan KBIH Khusus, Iskandar menggunakan paspor coklat, tidak memiliki
gelang maktab, juga tidak memperoleh nama rombongan. Sementara dalam KBIH
tersebut sudah ada nama Al – Fath, Al – Amien dan Al – Hidayah. Pesan dari
pemilik KBIH agar rombongan yang tidak kebagian kelompok khusus ( bernama )
harus mengikuti rombongan sesuai
instruksi Ketua Rombongan.
Bagi Iskandar dan kawan – kawan, susah
juga kalau harus mengumpulkan dan memanggil anggota rombongan. “Ini rombongan
apa?” sapa seorang pembimbing.
Spontan ada yang menjawab, “Rombongan
al – Hamdulillah,Pak,” celetuk Haji Aliman.
“Lho!”
“Ya, Pak. Soalnya bisa berangkat saja
kami sudah alhamdulillah!” tambah Iskandar.
31.
Membawa Kambing.
Setelah selesai melontar jumrah Aqabah,
banyak orang membawa kambing hadyu (
kurban ) ke bukit Mina. Jumlahnya lumayan banyak. Seorang jamaah heran mengapa
kambing – kambing itu dibawa ke sana.
“Mengapa mereka membawa kambing –
kambing itu ke sana?” tanya Haji Asghar.
“Habis kalau membawa unta terlalu
berat. Jadi cukup kambing sajalah,” ujar Haji Muhsinin santai.
32.
Kain Ihram Jatuh
“Tadi saya dengar ada kegaduhan di
dekat jamarat,” cetus Haji Isnaini.
“Memang ada apa?” tanya Haji Husnun.
“Kain ihram jatuh dari lantai 2.”
“Apanya yang menarik? Gaduh karena
pemakainya jadi telanjang dan malu?”
“Sama sekali bukan. Kain ihram itu
masih menempel di badan orang!”
33.
Berita Hangat
Menjadi wartawan haji senang – senang
susah. Senangnya karena bisa menjalankan ibadah haji sambil menjalankan
tugasnya. Nggak enaknya kalau sudah sampai di
Mina. Hampir tiap hari ditanya mengenai kabar hangat tentang pelontar
jumrah, “Sudah ada kurban belum? Berapa jumlahnya? Dari mana saja mereka?”
34.
Besok Saja
Malang bagi Pak Sobari. Sebagai warga
Surabaya yang ikut Biro Haji di Jakarta, ia tidak pernah mengikuti manasik yang
diselenggarakan oleh biro tersebut. Malangnya lagi, ia belum pernah mengikuti
pengajian haji dan juga belum pernah membaca buku – buku tentang haji.
Ketika di Mina, dan menjelang berangkat
ke Arofah untuk wukuf, ia merengek kepada ustaz pembimbingnya. “Ustaz, kenapa
mau wukuf sekarang? Cuaca sangat panas. Lagipula hari ini tampaknya sesak
sekali. Barangkali besok sudah lengang,” ujar orangtua ini memelas.
“Lah, ketentuannya memang tanggal 9
Zulhijjah, Pak Sobari. Dan serentak hari ini. Kalau besok bukan wukuf namanya.”
PERISTIWA DI AZIZIYAH
01.
Haram! Haram!
Aat Ma’rifat, haji asal Subang itu
memang getol mencari pahala. “Mumpung di deu,”
ujarnya dengan senyum penuh harapan.
Oleh karena itu, Jumat pagi ia keluar dari apartemennya di Aziziyah untuk
berangkat ke Masjidil Haram. Karena jaraknya dekat dan ia merasa sudah hafal
jalannya, maka ia berangkat sendirian.
Berdiri di jalan dekat apartemnnya, ia
menunggu bus lewat. Beberapa kali bus berhenti menyahuti isyarat tangannya,
tapi kondekturnya teriak – teriak, “Haraaaam! Haraaaam!”
Akhirnya, Aat yang sudah mendekati
pintu bus, mengurungkan niatnya.
“Sialan, kenapa berhenti kalau tidak
boleh naik?!” gerutunya.
Padahal, maksud supir bus ke masjidil
Haram.
02.
Khasiat Hati Onta
Tertarik omongan jamaah haji sekamarnya
bahwa hati onta berkhasiat menghilangkan penyakit asma, Hajah Umayah pergi ke
supermarket Ben Dawood, dekat apartemen tempat ia menginap.
Sampai di apartemen, diminumlah ramuan
tersebut. Namun hingga beberapa hari meminumnya, penyakit asmanya tak kunjung
hilang. Bahkan tidak ada tanda – tanda berkurang. Pergilah Hajah Umayah ke
supermarket.
“Ente majenun. Ente bilang hati onta
bisa menghilangkan asma. Tapi asma ane kagak sembuh – sembuh?”
“Sabar, Bu Haji, sabar. Barangkali ente
salah ngambil hati onta yang sudah tua. Carilah yang masih muda.”
03.
Lift Mogok
Apartemen di Aziziyah ternyata banyak
yang kurang layak. Termasuk fasilitas liftnya. Meskipun beban yang ada di
dalmnya masih jauh di bawah kapasitas, ternyata bisa macet.
Hal ini dialami oleh Haji Najib, Haji
Soni dan Haji Thoyib. Ketika mereka mengejar waktu maghrib di masjid terdekat,
tiba – tiba lift macet.
“Wah, dosa kita terlalu banyak kali.
Sampai lift pun nggak kuat ngangkat,” ujar Haji Najib.
“Yah, semoga setelah wukuf tubuh kita
jadi lebih ringan,” timpal Haji Thoyib sambil tertawa.
04.
Efek Kadal Mesir
Seorang jamaah haji membeli jamu Kadal
Mesir di super market Ben Dawood. Ia tertarik pada ramuan Kadal Mesir yang
konon menambah kejantanan.
“Ini tidak ada efek sampingnya, kan?”
tanya Haji Hadi.
“La! Tidak! Adanya efek depan, Hajji!”
jawab pramuniaga sambil tersenyum
PERISTIWA DI ARAFAH
35.
Mempererat Pasutri
Di sekitar Jabal Rahmah, banyak jamaah
haji yang memanfaatkan waktunya untuk membuat kenangan pribadi dengan berfoto
ria.Maklum, di samping pemandangannya indah, Jabal Rahmah adalah tempat
bersejarah bagi umat Islam.
“Untuk kenang – kenangan Pak, Bu. Foto
untuk mempererat suami istri. Bukankah di sini dulu bertemunya Adam dan Hawa
setelah 200 tahun berpisah?” rayu tukang foto polaroid kepada Pak Sudargo dan
istri. “Cuma 5 riyal sekali jepret kok.”
“Wah, kalau begitu kami harus berpisah dulu dong, baru ketemuan
di sini,” ujar Bu Sudargo santai.
36.
Foto Bareng Selebritis
Selebritis memang menjadi rebutan
meskipun di tanah suci. Kadang mengalahkan ustaz. Bahkan ketika Taufik Savalas
naik haji dan berkunjung ke Jabal Rahmah, fans beratnya menyetopnya untuk foto
bareng. Satu per satu fansnya foto dengan Taufik di samping atau di atas unta.
Satu per satu pula mereka mengambil hasilnya. Ketika orang fans terakhir
selesai, tukang foto polaroid menagih rekeningnya ke Taufik Savalas. “Wah,
gimana ini. Saya yang diajak foto – foto kok saya malah disuruh mbayarin
ratusan riyal,” gerutu Taufik kemudian.
37.
Terhindar Rafats
“Alhamdulillah, akhirnya saya terhindar
dari rafats.”
“Bagaimana kamu menghindarkannya?”
“Karena saya tidak membawa istri. Mana
mungkin saya rafats?”
38.
Belum Dikubur
Ketika Ketua Maktab Asia Tenggara berkunjung ke
tenda saat wukuf, listrik kebetulan mati. Ruang terbuka yang diterangi bintang
– bintang itu tidak membuat hilangnya keceriaan para jamaah haji. Rupanya
padamnya aliran listrik juga dijadikan bahan lelucon oleh Ketua Maktab Asia
Tenggara. “Listrik mati ya…”
“Iya, sudah dari tadi,” jawab jamaah
berebutan.
“Sudah dikubur belum? Kok masih bau bangkai?”
Jamaah tertawa. Rupanya orang Arab ini
tidak hanya pintar bahasa Indonesia tapi juga berkelakar.
39.
Khawatir Hilang
Setelah 200 tahun berpisah, Adam dan
Hawa bertemu di Jabal Rahmah. Mereka saling melepas rindu. Bahkan, mereka tidak
menginginkan lagi berpisah kalau bukan karena Allah. Malam harinya Adam
tertidur pulas. Hawa teringat sesuatu. Lalu diraba – rabanya rusuk kanan Adam.
“Hai, ngapain sih kok pegang – pegang
rusuk?” ujar Adam terbangun. Kesal.
“Maaf, Bang. Saya khawatir tulang rusuk
kanan abang tidak ada lagi,” sahut Hawa tersipu – sipu.
Dasar perempuan, pencemburu.
40.
Setelah Menemukan Hawa
“Apa yang dilakukan Adam setelah
menemukan istrinya di Jabal Rahmah?”
“Mendatangi kantor polisi terdekat,
kali.”
41.
Patung Sepeda
Di kota Jeddah ada patung sepeda yang
berukuran raksasa. Orang – orang yang melewatinya pastilah terpesona karena
ukurannya kelewat super.
“Sepeda siapa ya? Aku nggak bisa
ngebayangin orang yang menaikinya.”
“Katanya sih sepedanya Nabi Adam.”
42.
Makam Hawa
Ketika rombongan haji menuju Laut
Merah, seorang pemandu wisata menunjuk tempat yang dilewati rombongan. Sebagai
pemandu, spontan ia menjelaskan. “Di situlah Bunda Hawa dimakamkan.”
“Lho, mengapa Anda tahu betul bahwa di
situ makam Siti Hawa padahal rentang hidupnya kan begitu jauh dengan masa
kini?” tanya si usil, Hajah Marliani.
“Ya, enggak juga sih. Tapi kalau
ingin memastikannya tunggu saja di situ
terus – menerus.”
“Maksudnya?” tanya Hajah Marliani
bingung.
“Kalau Adam berziarah berarti memang
benar di situ makamnya.”
43.
Berebut Posisi
Hampir di setiap kesempatan bepergian
dengan bus, rombongan haji selalu berebut mencari tempat yang paling enak.
Apalagi kapasitas kursi di bus kadang kurang sehingga harus ada yang berdiri.
Ketika rombongan haji mau jalan – jalan
ke Laut Merah, mereka juga berebut masuk duluan. Akibatnya ada yang membuka
pintu sopir.
“Kecele ni ye…” Maklum kebiasaan di
Indonesia masuk dari pintu kiri, sementara di Arab melalui sebelah kanan.
44.
Besok Saja
Malang bagi Pak Sobari. Sebagai warga
Surabaya yang ikut Biro Haji di Jakarta, ia tidak pernah mengikuti manasik yang
diselenggarakan oleh biro tersebut. Malangnya lagi, ia belum pernah mengikuti
pengajian haji dan juga belum pernah membaca buku – buku tentang haji.
Ketika di Mina, dan menjelang berangkat
ke Arofah untuk wukuf, ia merengek kepada ustaz pembimbingnya. “Ustaz, kenapa
mau wukuf sekarang? Cuaca sangat panas. Lagipula hari ini tampaknya sesak
sekali. Barangkali besok sudah lengang,” ujar orangtua ini memelas.
“Lah, ketentuannya memang tanggal 9
Zulhijjah, Pak Sobari. Dan serentak hari ini. Kalau besok bukan wukuf namanya.”
45.
Tak Pakai Masker
Pada musim kering, utamanya saat siang
hari, di Arofah banyak debu beterbangan. Di samping membayakan mata kita, debu
bisa menyebabkan batuk. Oleh karena itu, para jamaah disarankan memakai masker.
Namun, ada jamaah yang tidak mau memakai masker.
“Mengapa Pak Haji nggak pakai masker?”
tanya pembimbingnya.
“Takut disangka dokter, Ustaz,” jawab
Haji Gombo.”Entar ditanya – tanya jamaah gak bisa jawab.”
46.
Tak Tahan Masker
Karena cuaca yang tidak nyaman bagi
kesehatan fisik jamaah, dokter Doddy menasehati jamaah agar memakai masker.
Sebagian besar jamaah menuruti nasehat dokter Doddy, tapi Haji Haris tidak.
Namun, karena dibujuk – bujuk terus oleh jamaah lain, akhirnya Haji Haris mau juga
pakai masker. Tapi betapa kagetnya ketika di bagian kedua lubang hidungnya
berlubang.
“Lho, mengapa dilubangi maskernya?”
tanya dokter Doddy heran.
“Saya nggak tahan dokter. Nggak bisa
nafas,” jawab Haji Haris memelas.
47.
Yang Duduk di Atasnya
Haji Kabul membawa foto kenang –
kenangan dari Jabal Rahmah, yakni foto temannya, Haji Kusen Dengan anggun. Haji
Kusen duduk di atas unta dengan sebagian besar kepalanya terbalut surban.
“Ini foto siapa, Pak?” tanya anak Haji
Kabutl.
“Oh itu kenalan baru Bapak. Haji Kusen.”
“Lalu, yang duduk di atas Haji Kusen
itu siapa?” tanya anaknya polos.
PERISTIWA DI JEDDAH
01.Arloji Merek Arab
Menjelang pulang ke
kampung halaman, rombongan haji transit di Jeddah satu hari satu malam.
Rombongan mampir di Pasar Balad. Tak keatinggalan Kang Emod juga ikut karena
dia ingin membeli oleh – oleh untuk keluarganya. Arloji adalah pilihannya. Maka
sibuklah ia memilih – milih jam tangan yang dirasa pas. Ketika menemukan model
yang pas, dia teringat bahwa oleh – oleh itu harus bermerek Arab. “Jauh – jauh
ke sini masak oleh – olehnya jam biasa. Di kampung juga banyak,” begitu
kilahnya.
“Ini ada ciri Arabnya. Angkanya pakai
huruf Arab,” haji Yusuf memberi saran.
“Ah, ini di kampung juga ada. Saya
pengin mereknya berbau Arab.”
Haji Yusuf akhirnya berpikir sejenak,
lalu tersenyum.”Kalau begitu beli saja AL – BA,” katanya dengan dialek Arab.
02.Kok Tidak Sama
Haji Zainudin membeli radio tape yang
ada penunjuk waktunya. Setelah penunjuk waktu di-set, ternyata angkanya tidak
sama dengan arloji yang sedang dipakainya. Akhirnya ia batal membelinya.
“Memang kenapa Pak Haji kok tidak jadi
beli?” tanya penjual dengan bahasa Indonesia terpatah – patah.
“Radionya nggak sama dengan jam saya,”
jawab Haji Zainudin.
“Yang benar aja, Pak. Masak radio
disamakan dengan jam?” sahut penjual dengan sewot.
03.Kehilangan Air Zam – Zam
Saat boarding pesawat menuju Tanah Air,
Haji Rif’an menyadari telah kehilangan air zamzamnya. Ia gelisah karena tidak
mungkin lagi turun dari pesawat dan membeli di bandara King Abdul Aziz.
“Gimana, enaknya, Pak ya?” tanyanya
kepada Haji Murod yang berada di sampingnya.
“Gini aja. Sesampai di Jakarta nanti
beli jerigen lalu diisi air. Bagilah sedikit – sedikit kepada handai taulan
yang memintanya. Jangan banyak – banyak biar nggak ketahuan,” saran Haji Murod
setengah bercanda.
“Berbohong dong kalau begitu,” jawab
Haji Rif’an ragu – ragu.
“Makanya, mau jadi orang jujur apa
nggak? Kaatanya mau mabrur?”
04.Di Tengah Pasar
Kota Jeddah memiliki banyak julukan.
Ada yang menjuluki “Kota Bidadari”, “Bandar Internasional”, ada pula “ Kota di
Tengah – tengah Pasar.” Makanya ketika di Pasar Balad ada jamaah haji yang
melontarkan tebakan.
“Di tengah – tengah pasar ada apanya?”
Haji Dasuki memberikan tebakan kepada Haji Asrul.
“Kota Jeddah, pasti.”
“Yang benar ada S – nya,” jawab Haji
Dasuki.
05.Belahan Tongkat Musa.
Para jamaah haji dari Indonesia diajak
berwisata ke Laut Merah. Banyak yang penasaran di manakah sebenarnya bagian
laut yang dibelah oleh tongkat Nabi Musa. Salah satu yang penasaran adalah Haji
Yunus.
“Di sekitar sinilah,” jawab Haji Ujang.
“Kok Pak Ujang tahu betul lokasinya
sih?”
“Enggak begitu. Maksudnya di sekitar
Laut Merah ini.”
PERISTIWA
DI DAERAH ASAL
01.
Makbul
Jabal Rahmah adalah tempat yang makbul
untuk berdoa. Tersebutlah sepasang suami istri yang datang ke sana. Dengan
bahasa Arab, Haji Bunyamin berdoa. Sementara istrinya mengaminkannya.
Tiga bulan setelah kepulangannya, Haji
Bunyamin memberitahukan kepada istrinya bahwa ia akan menikah sebulan
lagi.Kontan istrinya marah – marah.
“Lho, Ma. Bukankah waktu di Jabal
Rahmah, mama mengaminkan doa papa?”
Istrinya menangis sejadi – jadinya.
02.
Bedanya
Pada acara syukuran kepulangan haji,
berkumpullah para tetangga di rumah Haji Sokran. Aneka suguhan terhidang di
sana. Tak ketinggalan kacang Arab.
Di saat asik – asiknya perbincangan,
salah seorang tamu bertanya, “Pak Haji Sokran, apa sih bedanya kacang Arab
dengan orang Arab?” tanya Muladi.
“Kacang Arab kecil – kecil. Orang Arab
tinggi – tinggi dan gede – gede,” jawab Haji Sokran tangkas.
Hadirin tertawa semua.”Kalau
persamaannya, sama – sama ada Arabnya,” sambung Haji Sokran.
03.
Paling Rakus
Masih seputar syukuran kepulangan haji.
Di rumah Haji Dulatip ternyata juga sedang ramai orang karena menyambut tuan
rumah yang baru pulang haji. Suguhan utamanya air zam – zam dan masing – masing
5 biji kurma.
Salah satu tamunya adalah Markijo yang
terkenal paling usil di kampung itu.
Selesai makan kurma, rupanya keusilan
Markijo kambuh. Ia memindahkan biji – biji kurmanya di depan Mardanus yang
duduk di sebelahnya.
“Tak kusangka, ternyata Pak Mardanus
paling rakus di antara kita ya. Lihatlah,” ujar Markijo sambil menunjuk bekas
suguhan Mardanus, “ Pak Mardanus habis 10 kurma, sementara yang lain cuma 5
biji.”
Rupanya Mardanus tidak kalah akal.
“Saya kira Pak Markijo paling rakus. Ia
tidak hanya makan buahnya, bahkan biji – biji kurmanya pun dilahapnya,” sekak
Mardanus. Markijo kalah telak.
04.
Makanan Halal
Biasa bahwa sepulang haji bakal
ditanggap ceritanya. Syukur – syukur cerita – cerita yang belum pernah didengar
para tamunya. Begitu juga ketika Haji Jamhur pulang haji.
“Jadi paling susah sebenarnya apa sih
Pak Haji?” tanya Sukiran.
“Mencari makanan halal,” jawab Haji
Jamhur.
“Lho, katanya di sana tidak ada makanan
haram?”
“Makanan halal maksudnya makanan
gratis.”
“Oh, saya kira….”
05.
Berubah Setelah Haji
Obrolah saat rehat di kantin kantor.
“Hebat ya, Pak Andri. Setelah
menunaikan ibadah haji langsung berubah,” celetuk Sugimo.
“Hebat apaa. Setelah 6 bulan pulang
haji kelakuannya tidak berubah begitu. Masih saja kolusi dengan mitra kerja dan
shalatnya tidak tepat waktu,” sahut Sunandar berapi – api.
“Tapi saya melihat ada perubahan kok.”
“Perubahan apanya?”
“Di depan namanya ada huruf H – nya.”
“Ah, saya kira perbuatannya.”
06.
Haji Mabrur
“Hebat ya, suami Bu Ammah. Hajinya
mabrur.”
“Bukankah tanda – tanda haji mabrur
perilakunya menjadi baik?” Sudiro mempertanyakan.
“Memang demikian.”
“Tapi saya tidak melihat perubahan
itu.”
“Bukankah namanya Mabrur? Wajar dong
kalau disebut Haji Mabrur.”
07.
Mafie Muskilah
Di hotel Radison, Jeddah, Haji Bakar
melihat – lihat toko souvenir. Tertumbuklah matanya pada sebuah kaos dengan
aneka gambar kartun yang lucu. Salah satunya adalah kaos bergambar Unta yang
sedang naik mobil dengan tulisan mencolok “MAFIE
MUSKILAH”.
Sesampai di kampung halamannya, dibagilah kaos –
kaos tersebut.Salah satu yang memperoleh oleh – oleh penting adalah Kamidin.
“Terima kasih, Pak Haji Bakar. Tapi,
ngomong – ngomong, apa arti MAFIE MUSKILAH ini ya? Saya takut salah kalau ada
yang nanya.”
Setelah berpikir sejenak, Haji Bakar dengan
sok tahu menjawab, “ Oh itu, artinya UNTA SIRKUS.”
Padahal arti sebenarnya adalah NO
PROBLEM alias TAK MASALAH.
08.
Berhadapan
“Boleh nggak Cung kalau posisi imam
shalat berhadapan dengan makmum?” tanya Suyana kepada Kacung.
“Wah, ya nggak boleh. Nggak sah
shalatnya. Kalau nggak percaya tanya saja ke ustaz Murtadho.”
“Bapak saya bilang boleh.”
“Wah, jelas ngawur bapakmu itu.”
“Waktu naik haji, Bapak lihat sendiri
kok di sekitar Ka’bah begitu,” jawab Suyana.
“Oh, iya, ya.”
09.
Jadi Imam Masjidil Haram
Sepulang dari haji, Irwan ditanya kesan
– kesannya oleh para tetangganya.
“Yang paling berkesan apa, pak Haji
Irwan?” tanya Wiryono.
“Semua berkesan. Tapi paling berkesan
ketika diminta menjadi imam shalat di masjidil Haram…”
“Ha! Hebat kali kau, Irwan,” respon Situmorang.
Haji Irwan tersenyum simpul.
“Lho, katanya imam masjidil Haram orang
yang tinggal lama di sana?” tanya Wiryono tak percaya.
“Memang sih. Aku kan cuma imam shalat
jama’ Dhuhur dan ‘Ashar karena mau berangkat ke Madinah.”
“Jadi…?”
“Makmumnya cuma 3 orang, kok he…he…”
“Oladalah….”
10.
Beda ONH Plus Dan Biasa
Sepulang dari menunaikan haji, rumah
Haji Dahlan didatangi banyak tamu. Berbagai pertanyaan dilontarkan para tamu.
Haji Dahlan menjawabnya satu per satu sebisa mungkin sehingga dapat memuaskan
penanya.
“Sebenarnya apa sih Pak bedanya ONH
Plus dengan yang biasa?” tanya Dalijo sungguh – sungguh.
“Di samping bayarnya mahalan ONH Plus.
Ibadahnya juga lain,” Haji Dahlan menggantung jawaban.
“Maksud Pak Haji?”
“Kalau ONH Biasa ibadahnya kenceng dan
pahalanya buanyak. Kalau ONH Plus ibadahnya kurang karena banyak tinggal di hotel,” canda Haji Dahlan sambil
tersenyum.
11.
Kacang Arab
Menikmati hidangan kacang Arab,
Cholisil jadi berpikir dan membanding –bandingkan.
“Pak Haji, kenapa ya kacang Arab kok
kecil – kecil begini?”
“Kalau panjang namanya jadi kacang
panjang dong,” jawab Haji Kaelani sambil tertawa.
12.
Haji Tamattu’
“Aduh, saya perhatikan Bu Geby tambah gemuk
saja sepulang haji,” celetuk Bu Suzan.
“Wah ya gini ini Bu risiko ikut Haji
Tamattu’,” jawab Hajah Geby.
“Lho, kok bisa begitu?”
“Haji Tamattu’ itu kan haji tangi-
mangan – turu alias bangun – makan – tidur. Jadi wajar dong kalau gemuk,”
sambil senyum Hajah Geby menjawab.
13.
Rugi
Seorang jamaah haji KBIH Khusus
mengeluh karena tidak bisa mencium hajar aswad.
“Rugi saya, KBIH Khusus tapi tidak included mencium hajar aswad,” keluh
Haji Burnani.
14.
Haji Tomat
“Wah, saya heran. Mengapa sepulang haji
ia kumat lagi kelakuannya,” Haji Basir sedang membicarakan Haji Aljari.
“Nah, itu yang disebut Haji Tomat. Setelah
tobat kemudian kumat,” timpal Haji Sonhaji.
15.Radio Goblok
Haji Masrin kesal dengan radio sakunya.
Radio yang ia beli di Pasar Balad Jedah itu kini tidak lagi bisa berbahasa
Arab. Padahal semasa di Jedah pintar sekali ngaji dan pidato bahasa Arab.
“Huh, kenapa setelah di Indonesia jagi
goblok begini, ya?” keluhnya tanpa henti.
16.
Tak Menoleh
Beruntunglah Leman karena bisa
menunaikan ibadah haji. Sebagai orang yang hidupnya pas – pasan, ia tergolong hebat karena mau
berhemat demi menjalankan kewajiban sebagai muslim.
Sore itu Haji Leman mau berangkat ke
masjid. Oleh tetangganya ia dipanggil – panggil, “Pak Leman, Pak Leman! Mau ke
mana?” teriak Kartolo.
Haji Leman tetap tidak menoleh.
“Pak Leman! Pak Leman! Tunggu, saya
ingin menyampaikan sesuatu kepada Bapak!”
Haji Leman tetap tidak menoleh.
Akhirnya dengan napas ngos – ngosan Kartolo berlari menyusulnya.
“Kenapa sih Pak Leman saya panggil –
panggil tapi tidak menoleh?”
“Enak aja panggil – panggil Pak Leman.
Saya kan sudah haji susah – susah ngumpulin duit bertahun – tahun. Masak tidak
dipanggil Pak Haji Leman juga?”
“Oh, maaf deh Pak Leman, eh Pak Haji
Leman…”
Komentar
Posting Komentar